Rabu, 25 Maret 2009

Harus Bagaimanakah Kita Sebagai Orang Minahasa?

Oleh: Iswan Sual

Tulisan berikut ini adalah semata-mata pemikiran saya pribadi. Mungkin banyak bias dan spekulasinya.
Orang Minahasa, selain terkenal dengan suka berpesta dan berdandan, terkenal pula dengan masyarakat yang sudah lama bebas dari yang namanya buta huruf/aksara. Bagi orang Minahasa, pendidikan itu sangat penting.
Menurut saya, orang Minahasa relatif sudah lama terlepas dari penjara buta huruf. Kesadaran ini sudah lama muncul di kalangan orang Minahasa. Sebagai akibatnya di Minahasa banyak lahir orang-orang pintar, berintegritas, dan berpengaruh di Republik Indonesia. Sebut saja Sam Ratulangi, Wolter Monginsidi, Walanda Maramis, Alex Kawilarang,Ampel Lembong dll.
Namun akhir-akhir ini, orang-orang Minahasa yang memiliki integritas makin berkurang. Ini disebabkan oleh banyak hal tentu. Diantaranya kekuasaan dan harta. Yang lebih parah adalah sekarang ini Tou Minahasa saling memakan satu sama lain. Partai-partai politik membagi-bagi orang Minahasa sehingga terpecah belah. Itulah pengaruh buruk dari partai yang terpusat di Jakarta. Mungkin sebaiknya Minahasa juga sedikit meniru langkah-langkah politik dari orang Aceh yang perjuangannya sampai memunculkan partai lokal di daerah mereka. Yang terpilih sebagai pimpinan daerahpun, kalau tidak salah, adalah tokoh yang diusung oleh partai lokal. Akankah orang Minahasa bisa mengikuti jejak orang Aceh? Butuh waktu dan usaha yang sungguh-sungguh saya pikir.
Orang Minahasa memiliki kemungkinan untuk memiliki partai sendiri. Kalau Aceh bisa, kenapa kita tidak? Mungkin mulai dari status "Daerah Istimewah Minahasa/Manado" dulu ya. Sebagaimana Aceh dan Yokyakarta.
Sampai sekarang saya bingung. Kok dua daerah di atas mendapat status yang khusus ya? Bukankah itu suatu hal yang aneh dan cenderung mengadaptasi perilaku "anak emas dan anak tiri".
Saya pikir itulah yang menyebabkan sehingga Indonesia tidak bisa berdiri tegak. Selalu saja teracam oleh disintegrasi. Dulu daerah-daerah di Nusantara di persatukan karena sama-sama merasa senasib dan sepenanggungan. Sekarang sudah tidak begitu. Minahasa sudah tidak senasib dengan Jakarta. Pembangunan (pendidikan dll) jauh lebih berkembang disana. Fasilitasnya lebih baik. Kita sekarang juga sudah tidak sepenanggungan. Maka untuk apalagi kita bersatu dalam NKRI. Hal perlu didiskusikan lebih lanjut saya pikir. Saya hanya berspekulasi.
Orang Minahasa mungkin harus lebih tegas lagi menghadapi orang-orang pusat. Layaknya orang Aceh. Dulu waktu pemerintahan Sukarno banyak orang Minahasa yang jadi menteri. Yang jadi pertanyaan sekarang:apakah orang Minahasa sudah tidak secerdas dulu. Mungkin ya, mungkin tidak.
Kita harus banyak memikirkan hal ini. Jangan-jangan kita sudah tidak dianggap ada lagi.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

mau tanya nih, kenapa masyarakat minahasa gemar berpesta???

Iswan Sual mengatakan...

itu pengaruh penjajahan. kita pernah dijajah orang Eropah.

Anonim mengatakan...

minahasa itu dimana ya??? hahahaha