Kamis, 01 Maret 2012

Untung Ada Dia

Oleh Iswan Sual

Melihat mereka,
Nafasku tak menentu
Dalam hati berseru-seru
Berharap beroleh petunjuk
Aku jatuh lemas tertunduk
Kalau hari ini begini,
Bagaimana nanti?
Serasa ku tak kuat lagi
Mereka tentu tertawa bila aku pergi
Untung ada dia
Dia buatku lupa smua lara
Walau tak tak berlangsung lama
Dia seumpama oase di tengah gurun
Memberi kelegaan saat hujan tak pernah turun
Untung ada dia
Walau tersiksa dalam neraka
Dikirimnya aku bunga
Demi melihatku tersenyum dan tertawa

Untuk Mendiang Ibu Jetje Rawung (Guruku yang banyak mempengaruhi hidupku)

Senin Kelabu

Oleh Iswan Sual


Senyum dan tawa terlukis indah
Pada wajah wanita yang tak lagi muda
Saban hari bercita menata bangsa
Mengirim harap menembus mega
Siapakah dia?
Masihkah ada orang seperti itu?
Bukan sedikit peluh yang tercurah
Tenaga yang terkuras
Otak berkali-kali diperas
Hingga reyot melemas
Siapakah dia?
Masih adakah orang begitu?
“Nak, belajarlah tak kenal waktu,
Terbanglah ke tempat yang kau tuju
Raih bintang gemintang
Sehingga tidak enteng kau dipandang.”
Kata-kata siapakah itu?
Masih adakah orang yang bicara begitu?
Lihat, siapa yang telah
Terbujur kaku disana?
Dalam diam dia bicara
Ingatkan kita tentang cita tuk nusa
Lihat! Dia telah berhenti berdendang
Tidak lagi menari atau menulis satu iota pun pada papan
Padahal semua itu masih kami rindukan
Semua itu telah hilang ditelan menjelang senin malang
Lihat! Lihat! Langit itu mendung
Perlambang dia juga kehilangan
Kehilangan bintang gemintang gemerlapan
Namun oleh kita sebelah mata dipandang
Ibu guru, kepada yang kuasa
Telah kukirimkan pesan
“Jemputlah sang bintang tak berpantang,
Belailah dia di atas pangkuan.”
Ibu guru, selamat jalan
Kepergianmu telah terbungkus kasih Tuhan
Smangat juangmu kan selalu kami kenang
Sebab bekal-bekalmu telah dikandung badan
Selamat jalan ibu guru
Inilah kami hendak mengantarmu
Pergilah kau dengan iringan merdu
Damailah selalu di tempat yang kau tuju

Puisi Untuk Alm. Jetje Rawung (Guru SD Inpres Tondei)

Sajak Untuk Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

oleh Iswan Sual

Tadi malam aku terhenyak dengar kabar
Tentang kelam yang datang
Lonceng berdentang
melingkupi desa
“Ibu guru kita telah berpulang ke alam baka.”
Padahal kemarin engkau masih lincanh
Menari-nari di depan siswa
Menuangkan makna-makna indah
tentang cita untuk bangsa
kini kau t’lah tiada, pahlawan tanpa tanda jasa
ibu guru, kenapat begitu lekas?
Kecewakah engkau karena kami tak menjadi
Seperti yang kau harap?
Sedihkah engkau karena didikkanmu
Tak jadi nyata dalam tiap langkah?
Sungguh, di kala engkau mengajariku baca
Agar kelak aku bisa melalangbuana
Jauh-jauh menembus cakrawala
Sungguh ketika engkau bercerita
Tentang Amerika, Eropa, negeri-negeri nun jauh di sana
Engkau berkata,
“Kejar impianmu, nak.
Kejar impianmu sampai ujung bumi.”
Dan engkau benar. Engkaulah guruku yang tak pernah berdusta.
Bahkan demi kami kau mau menderita.
Ibu guru, lihat! Lihat! Langit pun mendung
Tak rela kau pergi menghilang ei awan-awan
Langit pun ingin diajar bagaimana membaca
Menulis, bersikap jujur,
menjadi panutan dalam tindak dan tutur.
Puluhan tahun keringatmu mengalir
Tapi tak satu pun kami sadar
Tak terkira peluh-peluh terkuras habis
Tak satu pun kami insaf
Ibu guru, melihatmu terbujur kaku
Seakan harapan kami ikut pupus
Berat rasanya kami ditinggal
Berat rasanya menerima kenyataan
Kaulah yang mengajarku menghitung
Menghitung bintang gemintang di angkasa
Kini kutahu kenapa
Kenapa aku mesti menghitung benda langit
Yang antah berantah berapa jumlahya
Kau ingin kami menjadi bijaksana
Laksana Ganesa tak surut meski telah rentah
Kau ingin kami bahagia
Sebahagia orang yang sejatinya bahagia
Kini kau telah tiada
Yang tinggal hanya pesona merona
Yang membekas hanya semangatmu yang tak patah
Tak lekang oleh waktu. Tak bisa punah.
Malu kami mengangkat muka
Kami yang muda mengaku t’lah tua
Kami yang masih bau kencur
Merasa sudah usur berumur
Ibu guru, jasadmu akan terkubur
Tetapi semangat juangmu dalam sanubari
Takkan pernah luntur
Meski waktu terus gugur
Dalam hati terukir dengan tinta emas
“Di kampung kami, pernah hidup seorang wanita yang tegas,
Yang selalu bekerja keras.”
Ibu guru, jasamu tak sanggup kami balas
Hanya harap kami kirimkan ke atas
Selamat jalan ibu
Ingatlah kami bila olehNya kamu telah dipangku

Puisi H.B. Sondakh

Puisi
karya H.B. Sondakh




Pahlawan Pendidikan

Aku, terpanggil melihat keterbelakangan
Pendidikan anak bangsa yang sangat memprihatinkan
Dengan memperhatikan tema pendidikan
“Membangun manusia seutuhnya.”
Dengan pengetahuan yang kumiliki
Aku maju berjuang membangkitkan semangat anak bangsa
Dengan bekal ilmu yang kumiliki
Aku memberi diri dan jiwa ragaku
Untuk membekali anak bangsaku
Dengan bekal pendidikan, ilmu pendidikan
Serta budi pekerti dan moral yang tinggi
Dengan susah paya aku berhadapan
Dengan anak-anak bangsa
Walaupun menghadapi banyak tantangan dan kendala
Dari dalam maupun luar pendidikan
Itulah romantika seorang naradidik
Dalam ketulusan dan keikhlasan
Dengan tidak membuang waktu yang dianugrahkan pencipta
Berkat ketulusan dan keikhlasan sebagara naradidik
Aku dapat menciptakan anak-anak bangsa
Berprestasi, maju dan berguna di tengah bangsa dan negara
Walaupun seorang naradidik anak bangsa
Hanya dijuluki “pahlawan tanpa tanda jasa”
“Dari dalam gelap terbitlah terang!”
Kata seorang puteri bangsaku
Prihatin martabad bangsaku
Diinjak-injak dan dilecehkan kaum penjajah.

Karya dari
H.B. Sondakh
NPV.18.014.910