Selasa, 13 Desember 2011

TORONA E SICOLA MAEMA’ ROIT ANSICOLA WO AMPE’DO’ONGAN




Kamang ayur wewe’e i kasuruan,
Makapulu’ sama cita imbaya, me’e i makase banyak asi Amang Kasuruan nimangun intana’ wo langit, wo secita intou asi oras yasa esa kamang wewe’e i Amang ase cita imbaya. En asi oras yasa, cita imbaya mi’i luminga sa sapa si mamuali katorona’an e toya’anta ansamantara sera ma’sicolape. Sapakem sikatorona’an itu mamuali oka katorona’an era wo kalo’o-lo’oran era anendo ansomoi.
Angkatumena’an era tu’tuw era ansicola pe’ susyanta sera kumensa ro’na matouw lo’or asi endo ansomoi. Susuyanto sera, ansamantara masicola pe’ ma’ema roit mande toyo-toyoke. Wo si’tu sera anendo ansomoi raica melengey wo maki’i-ki’it imberen ase kakele era kinamang i Amang Karusuruan.
Torona i pawalita susuyanta ma’ema roit tumo’tol ansicola wo mange anune’d impe’do-ongan, si tuw engkato’towan era ayur, makapendam kinamang wo raica lengey anune’d impe’do-ongan.
Ta’an sa raica susuyanta intarepe, citake’ i matu’a era makawali sera angkalengeyan wong kalicokoan. Citake’ imbaya nimema sera mamuali tou susa wo rombit anune’d e tou ampe’do-ongan.
Sa cita imbaya uli-ulit luminga wo tumarukira se waya kukua tarepe, torona e toya’anta, lebe-lebe se endo angsomoi, tantu pailekenta se toya’angta awean kaidopan ayur.
Yaka’dku pe’ wo asie’i.
Pa’ arapenku kamang ayur i Amang Kasuruan wangko rumapit oka mange ase cita imbaya. Makase.

Penyusun
H.B. Sondakh

SEJARAH KERUKUNAN SISWA MAHASISWA TONDEI (KSMT)


Oleh Iswan Sual

“Ro’ong ami ro’ong makangarang Tondei. Ro’ong e cami anune’d in talun. Mande ing keleitu pa’lelon e cami i maka ro’ong. Mande kuntung wong koso mento’ lelon e cami i maka ro’ong Tondei. Sapang kasalean tantu ka erean, winongos won tu’tu. Asal metutu. Pros, ulang, pipising, kawok, kalowatang menggi-gioan. Agama ya mepanga. Mento ke makanganga. Kerean karu waya”.
[Kampung kami, kampung yang bernama Tondei. Kampung kami ada di tengah hutan. Kendati begitu, dirindui kami yang empunya kampung. Meskipun bergunung dan berjurang tetap kami rindui. Apapun yang kami sukai tentu kami peroleh. Winongos dan nasi. Asal bertekun. Belut, udang, udang kecil, tikus, babi hutan. Agama ya bercabang. Tak berbuat apa. Semua diperoleh].
I.D.U. Rawung

Di bulan Desember tahun 2002 hampir seluruh mahasiswa yang beragama Kristen disibukkan dengan acara-acara dalam berkenaan dengan perayaan kelahiran seorang Mesiar, Yesus Kristus. Hampir semua organisasi mahasiswa, baik di dalam maupun di luar, kampus menyelenggarakan ibadah pranatal. Kreasi dipertontonkan dalam ibadah tersebut sehingga dirasa menarik oleh para mahasiswa. Sebagian mahasiswa yang berasal dari Tondei juga melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Muncullah keinginan untuk membawa hasil kreatifitas tersebut ke kampung halaman. Namun, sayangnya tak ada lembaga atau wadah mahasiswa pada waktu itu untuk menampung dan meyalurkan aspirasi mereka.
Atas usul saudara Moses Legi, S.Pd, maka dibentuklah panitia perayaan natal mahasiswa Tondano. Awalnya ini hanya dimaksudkan untuk mahasiswa GMIM saja. Namun, setelah dilakukan kajian yang mendalam, maka diputuskan dalam rapat perdana bahwa hendaknya perayaan ini melibatkan semua mahasiswa dan siswa Tondei dari berbagai denominasi gereja. Tambah lagi, waktu itu tidak banyak mahasiswa yang berasal dari Tondei. Tidak sampai 10 jumlahnya.
Dalam rapat perdana itu juga diputuskan Vivi Merentek dan Iswan Sual sebagai masing-masing ketua dan sekretaris panitia. Dalam rapat itu hadir, Vivi Merentek, Iswan Sual, Frangky Lumapow, Jendra Langi, Hari Wowor, Herdi Lumowa, Living Pondaag dan Harold Mantik. Harold Mantik diberikan tugas untuk merancang model stempel panitia. Desain stempel itulah yang nantinya menjadi logo KSMT. Semua yang hadir dalam rapat itu mendapat tugas untuk menghubungi seluruh mahasiswa dan siswa diberbagai tempat dan memberi tahu mereka mengenai rencana pelaksanaan perayaan natal siswa mahasiswa di Tondei.
Dengan persiapan yang matang akhirnya dilaksanakanlah ibadah perayaan natal itu di gedung GMIM Imanuel Tondei yang terletak di desa Tondei Dua sekarang. Perayaan natal siswa mahasiswa membawa hal-hal baru bagi jemaat Tondei. Diantaranya: ditampilkan skit (drama singkat), tarian dan dilakukan oleh kaum pelajar dari berbagai golongan gereja.
Setelah acara itu selesai, maka diadakanlah rapat untuk membahas tentang pendirian organisasi siswa mahasiswa. Sebab, kami menyadari pada waktu itu bahwa panitia yang terbentuk pada waktu itu adalah organisasi temporal (umurnya hanya beberapa bulan). Dalam rapat itu diputuskan untuk membentuk wadah berkumpulnya siswa mahasiswa Tondei pada 3 Januari 2003. Pada hari yang ketiga di bulan Desember itu terpilihlah Frangky Lumapow dan Iswan Sual, masing-masing, secara berturut sebagai ketua dan sekretaris organisasi yang diberi nama Kerukunan Siswa Mahasiswa Tondei. Dalam Musyawarah pertama itu disepakati untuk membentuk rayon-rayon untuk mempermudah jangkauan organisasi. Rayon-rayon yang terbentuk adalah rayon Motoling, rayon Amurang, rayon Manado dan rayon Tondano Tomohon.
Berikut ini adalah ketua dan sekretaris serta bendahara Kerukunan Siswa Mahasiswa Tondei dari tahun 2003 sampai sekarang.
NO. NAMA PERIODE KETERANGAN
Ketua Sekretaris Bendahara
1 Frangky Lumapow Iswan Sual Hanna Limpele 2003-2004
2 Iswan Sual Jendra Langi Swity Merentek 2004-2005
3 Marcel Lumapow Yervi Tamba 2005-2006
4 Esra Tambaani Glendiks Paat 2006-2007
5 Hesky Kumayas 2007-2008
6 Syuli Sondakh 2008 Tidak
menyelesaikan
periode
7 Edon Kawengian 2008-2009 Caretaker
8 Fipy Sondakh Monalisa Wongkar Della Palapa 2009-2010
9 Heydi Lumowa Clief Sumangkut Tiffany Sumangkut 2010-2011

Catatan:
Uraian ini dibuat untuk memuaskan dahaga keingintahuan orang (baca: siswa mahasiswa) Tondei yang cinta dengan desa Tondei.
Kurangnya komunikasi di antara kita memungkinkan adanya sedikit kekeliruan dalam uraian sejarah KSMT yang saya buat ini. Untuk itu, mohon tanggapan dan kritik demi perbaikannya. Maju desaku Tondei Raya!

Jumat, 14 Oktober 2011

PENGORBANAN SANG RATU

SEBUAH NOVEL
Oleh Iswan Sual
Aku diberi nama Ratu. Tak tahu pasti alasan orang tua berkenaan dengan keputusan penamaan diriku. Aku belum sempat menanyakannya. Mungkin orang tuaku berharap suatu saat nanti aku menjadi seorang ratu seperti dalam kisah Cinderella. Umurku kini 9 tahun. Aku sudah sedang duduk di bangku kelas 3 SD.
Walaupun badanku kerempeng tapi aku tergolong siswa yang cerdas di sekolah. Di samping itu wajahku jelita. Aku sangat beruntung dengan anugerah Tuhan yang indah itu.
Kecerdasan dan kejelitaanku terwarisi secara genetik dari kedua orang tuaku. Papa dan mama, kedua-duanya berkulit terang. Ayahku mewarisi darah Tionghoa dari kakek. Ibuku juga cantik. Dia mewarisi darah portugis dari ayahnya. Ibuku selalu juara kelas sewaktu masih di SD sampai SMK. Tak heran kalau aku juga memiliki kelebihan-kelebihan luar biasa seperti dia.
Aku sangat dimanjakan oleh orang tuaku sedari lahir. Semua yang aku butuhkan senantiasa dipenuhi. Tak pelak kemasan-kemasan produk supermarket masih membanjiri pilatu rumah kami. Sengaja tidak dibuang sebab aku suka dengan kemasan-kemasan itu.
Saat aku berumur 2 tahun aku sudah cerewet dan pintar menghafal lagu-lagu yang diajar mama dan nenek. Mereka terkagum-kagum dengan kelincahan dan kelucuanku. Aku sering dibelikan bermacam snack sebagai hadiah. Tingkahku, menurut mereka, begitu menghibur.
Setiap pulang kerja, papa selalu memelukku dengan bonus-bonus kecupan manis di pipi dan dahiku. Sulit menggambarkan kesenangan yang disuguhkan papa itu.
Papa adalah seorang tukang. Dia adalah pekerja terampil. Berbondong-bondong orang datang ke rumah meminta papa untuk membangun rumah, pagar, gedung perkantoran, dan lain sebagainya. Papaku, sering kelabakan dengan berbagai tawaran yang begitu banyak.
Dalam hal pertukangan, ayahku serba bisa. Dia mampu mengerjakan keterampilan perkayuan juga pengecoran. Keahlian ayah tersebar di seluruh kampung. Bahkan sampai kekampung tetangga. Padahal dia hanyalah warga pendatang di kampung kami.
Setelah menikah dengan mama mereka bersepakat menjadikan Tondei sebagai tempat kediaman dan ladang pencaharian keluarga. Sehari ayah bisa membawa pulang sebanyak Rp. 200.000. Darah Tionghoa yang mengalir dalam tubuh ayah adalah berkah. Aku bangga dengan ayahku. Dia mewariskanku mata sipit dan rambut tebal nan lurus. Untung aku perempuan, jika saja aku lelaki, sudah tentu aku setegak, setinggi dan seganteng ayahku.
Keluarga kami masih seumur jagung namun berkat keuletan ayah, kami boleh tinggal dalam rumah besar dengan kamar-kamar yang semuanya berjumlah 3 buah. Rumah kami telah penuh sesak dengan perabotan mewah dan barang elektroknik.
Ibuku adalah wanita penyayang suami dan anak. Dia melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga dengan baik. Sarapan pagi bagi ayah dan aku selalu tersedia sebelum ayah berangkat kerja dan aku berangkat sekolah. Pokoknya, di tangan mama, semua dijamin terurus dengan baik.
Pendidikanku sangat penting bagi papa dan mama. Memberikan teladan bagaimana bersikap dan bertingkahlaku. Ketika menghadiri acara-acara, kami bertiga selalu kompak. Setelan pakaian batik yang bercorak sama kami kenakan saat terundang dalam setiap acara pernikahan, ulang tahun dan lain yang semacam.
Setiap hari minggu aku selalu diantar secara bergilir oleh papa dan mama. Mereka amat memperhatikan pendidikanku di usia dini. Terutama pendidikan karakter. Belum lagi masuk TK, aku sudah bisa membaca dan hitung-menghitung. Mama, dengan semangat, mendaftarkan aku ke lembaga kursus ternama. Aku dijejali pelajaran bahasa Inggris dan sempoa. Pelajaran-pelajaran ku lahap dengan rakus. Sampai-sampai, orang kampung menjuluki ku bayi ajaib bahkan bayi jenius. Istilah yang tak begitu aku suka. Aku tak ingin kata bayi ditambah didepan kata genius. Aku bukan bayi lagi. Walaupun begitu, rasa percaya diriku meningkat. Tak jarang mama dan papa sering memintaku memamerkan kebolehanku di hadapan saudara-saudara dan tamu-tamu yang datang berkunjung ke rumah.
Mama sangat yakin aku anak dengan segudang talenta dan potensi. Diapun dengan rajin memberiku pelajaran tambahan di rumah. Keinginan kuatnya begitu besar untuk menjadikanku seorang anak yang mahatahu. Aku menurut saja pada mama. Aku belum memahami apa yang ideal atau yang tidak bagiku. Semua itu kulakukan dengan senang sebagai imbalan terhadap kasih sayang mereka yang tak henti-hentinya, walaupun kadang sedikit berlebihan.
Aku membuat anak-anak lain irih. Keakraban dan keintiman dalam keluarga menjadi bahan pembicaraan di kampung. Seakan-akan kami sedang dijajaki untuk dianugerahi gelar The Family of the Year oleh sebuah majalah Amerika serikat. Wah…hidup kami terasa sempurna.
Namun segalanya berubah ketika papa dan mama bersepakat menggadaikan beberapa bidang tanah yang luas ke pada bank. Padahal, itu adalah budel pemberian kakek di Motoling. Tak pernah, kami duga keputusan yang mereka ambil sungguh berakibat fatal.
Karna pasang surutnya orderan jasa ayah, pendapatan keluarga jadi tak menentu. Pinjaman, atau katakanlah itu utang, di bank membengkak. Bunga makang bunga. Uang yang diambil papa dan mama dari bank tak sanggup lagi dikembalikan. Terasa hanya mimpi. Semuanya berubah 180 derajat.
Aku sendiri, awalnya tak habis pikier dengan alasan papa dan mama meminjam uang dari bank. Papa dan mama ternyata, selama ini tidak puas dengan apa yang telah mereka gapai. Ternyata mereka punya rencana yang lebih besar. Rencana yang secepat kilat mau diwujudkan. Mereka berkeinginan kuat membeli rumah super megah di salah satu kawasan elit di Manado. Padahal bank itu adalah laksana orang yang meminjamkan payung saat hari cerah, dan memintanya kembali kalahari hujan sangat derasnya.
Sikap mama dan papa telah menjadi suram. Laksana padang pasir gersang yang membentang luas. Temperamen mama dan papa kini berubah dari lemah lembut menjadi galak dan kasar. Tak jarang kata-kata tak pantas meluncur begitu saja dari mulut mama. Dulunya lagu-lagu pembangun rohani yang terlantun dari CD player kami. Sekarang mama dan papa telah berganti aliran. Kehidupan surga yang selama ini begitu meninabobokan kini berganti kehidupan seperti di neraka. Sungguh sangat kontras yang terlampau kentara!
Pagi-pagi sudah dimulai dengan lagu berjudul; “jangan kau tuduh aku”, “mengapa kau selingkuh?” Siangnya “burung bajingan”. Malamnya “lebe bae bacere.” Kondisi ini sangat mempengaruhi jiwa dan perilakuku. Maklumlah aku maisih anak-anak yang polos dan lugu. Bak kertas putih.
Lagu-lagu orang dewasa menjadi begitu akrab ditelingaku sekarang. Lagu sekolah minggu semakin menghilang dari ingatanku. Aku tak pernah lagi diantar ke gereja. Mereka sibuk dengan perasaan mereka masing-masing. Kadang aku merasa mama dan papa tak lagi sayang dan peduli padaku. Aku jadi malas makan, malas bagun pagi dan malas ke sekolah. Tapi soal makan, mereka masih sangat peduli. Mereka selalu mempersoalkan apakah tubuhku telah diisi atau belum. Tapi mereka bahwa jiwaku juga butuh makanan.
“Ratu, so makang ngana?!”1
“Masih kenyang e mama.”
Aku dulu yang tak berani berdusta kini terbiasa karena menghindari apa yang namanya makan. Aku lebih suka makan snack. Tak heran badanku semakin ceking bak seorang anak yang menderita busung lapar.
Mama marah-marah karena aku kedapatan membuang makanan dengan sengaja.

“Ratu! Kyapa ngana buang tu nasi?”2 bentak mama. Matanya ku serasa mau keluar. Tapi aku tahu itu hanya gertakan saja. Tidak mungkin dia tega memukulku hanya karena membuang makan. Aku anak satu-satunya. Aku adalah kebanggaan mereka. Tak mungkin sesuatu yang buruk akan mama lakukan.
Besoknya aku ketahuan lagi karena membuang makanan.
“Ratu! Ontak apa ngana? Buang-buang makanan….ngana kira tu nasi cuma ja punggu di got?!3
“Ratu nda buang e mama. Anjing kwa ini da nae di meja kong loku ta pe piring.”4
Kini Ratu semakin lihai mengarang-ngarang alasan.
Mamanya percaya saja.Ibu berpikir bahwa bisa saja dia memang khilaf.Mungkin hanya pikirannya saja yang menyangka anaknya melakukan yang tidak-tidak.Mamanya mengakui, dalam diam, bahwa pikiranya memang ngelantur karena sedang kacau.
Hari berikutnya Ratu melakukan lagi kesalahan yang sama. Tanpa disengaja mamanya melihat dia sedang memberikan makananya
Kepada 2 anjing peliharaan mereka di belakang rumah.Ayam-ayampun ibu berebut mendengar punya piring walaupun sudah diusahakan pelan.Padahal belum sesendokpun masuk dalam mulutnya.
“Setang ngana. Skarang apa ndigana mo bilang?”,5 teriak mamanya dari jarak yang tak berapa langkah jauhnya. Sambil memegang batang sapu dia mulai memukul.“ Cuki ngana. So siksa orang tua ja mancari ngana seenaknya kase pa binatang tu makanan. Ontak binatang ngana! So jago ngana badusta pa orang tua e!!”6
“Paf!!!!!!!! Buk!! Pakkk!!”
Ratu kaget dan berteriak-teriak historis memohon ampun.Ibunya terus mengayunkan batang bulu taki yang keras ke badan Ratu.
“Ampung mama…ampung mama…..ampuuuuuuung.mama…mama..ampung kita.”7
Berkali-kali daging berbenturan dengan daging dan tulang yang menonjol keluar. Mama terus memukul. Dia lupa bahwa aku hanya seorang balita.Batang sapu patah menjadi 3 bagian. Aku terhempas ke sudut kamar dan terisak sesendu’ang. Ratu belum percaya sepenuhnya dengan apa yang baru saja dia alami. Dia begitu terhenyak dengan apa yang baru saja dia saksikan.Dulu mama adalah induk domba yang selalu memberi kehangatan. Sekarang aku adalah anak domba dalam liang induk serigala yang mulai mencabik-cabik. Tak tahu kapan aku nantinya akan jadi santapan.
Mama berhenti saat basah berpeluh hebat. Dia juga tampak kelelahan telah melampiaskan rasa stresnya karena dikejar-kejar pegawai bank yang setiap hari datang menagih. Sisa tangisan masih ada ketika ayahku tiba.
“Kyapa e?”8 tanya papa penasaran dengan apa yang baru terjadi.
Belas kasih menyelimuti papa ketika melihatku tak berdaya meringkuk di pojok. Di dekatinya aku memastikan keadaan yang sebenarnya. Aku tak berani mengeluh. Takut situasi tambah buruk. Sambil menoleh ke mama diapun bertanya lagi.
“Yunita, kyapa karu tu anak ngana so se biru-biru bagini e? Masih kecil ngana so ja labrak sama deng orang besar.”9
Perkataan papa cukup memberikanku gambaran seperti apa ku sekarang. Tak berani aku melihat pertengkaran yang sebentar lagi akan membara.
“Badia di situ ngana, John! Kalu perlu deng ngana kita mo se ancor.”10 Jawaban mama terdengar begitu kasar. Sungguh memuat papa merasa pedih. Papa berusaha menguasai diri. Keadaan lelah usai kerja seharusnya membuat dia layak memperoleh sambutan yang menyejukkan hati dari sang istri. Ayah berusaha bersabar. “Mungkin dia hilaf lantaran lala kerja di rumah,”kata papa pada dirinya sendiri meyakinkan bahwa setiap orang dalam keadaan lelah atau stres kadang-kadang memunculkan tanggapan yang tak terkendali. “Wajarlah”.
Aku berharap malamnya semua akan kembali seperti semula. Papapun berharap begitu. Papa kini mulai masuk kamar dan mulai merayu mama seperti biasa dilakukannya untuk memecah kebekuan. Tapi, mama hanya memberikan tanggapan dingin. Kulihat papa mencoba lagi. Ini demi keutuhan rumah tangga dan demi mengembalikan keselarasan yang sedikit memudar di sore tadi.
“Jang baba dekat pa kita ngana!” Sungguh…reaksi ini tak pernah diharapkan baik oleh papa maupun aku. “Kita nda suka ngana pe cara tadi. Kita nda suka ngana kendo’o cari muka di muka pa anak.”
“Sapa yang cari muka.” Kini papa angkat bicara. “ kita Cuma kase inga pa ngana tu nda bagus yang da beking pa anak. Ini demi torang pe kebaikan.”
“Luji deng ngana. Setang. Tidor di luar ngana! Jang badekat.”
Mendengar papa dan ibu mulai perang mulut lagi aku menutup telinga. Namun suara makin keras menjangkau sampai rumah-rumah tetangga. Pelan-pelan aku keluar dari rumah kami dan satu langkah demi satu langkah mengarah ke rumah kakek dan nenek yang berjarak kurang lebih 20 meter. Kakek nenek ternyata juga telah mendengar apa yang sedang berlaku di rumah kami. Tadi hanya suara. Kini terdengar benturan perkakas rumah menyentuh lantai dan dinding.
“kyapa re’e tu di rumah pa ngoni, Ratu?”, Tanya nenek.
“Tau kasana,” jawabku kesal bercampur malu. Mencoba menyembunyikan aib keluarga namun aku tak pandai memberi jawab pada pertanyaan semacam itu. Nenek dan kakek tahu perasaanku. Merekapun mengalihkan pokok pembicaraan pada hal-hal lain. Kakek yang humoris mulai bicara. Dia senang bertutur mengenai cerita rakyat di kampung kami. Ada cerita tentang si Hero yang mati Sembilan hari, ada juga legenda asal muasal tetewatu, cerita epos tentang mawale dan kaitanya dengan tugu Lutau dan lain sebagainya. Dalam keadaan gundah sekalipun aku dapat dibuat kakek tertawa. Dia memang tipe manusia dengan kecerdasan linguistic yang hebat. Dia mampu berbicara berjam-jam disertai gerak-gerak teatrikal yang membuat orang yang benar tegang dan terkeke-keke karena kejenakaan ceritanya. Banyak orang, walaupun sebenarnya jenuh dengan cerita-cerita yang sudah diulang-ulang, terkagum-kagum dengan keterampilan bertutur kakek saya. Gara-gara itu, kakek dijuluki sebagai si Hans Flasgordon.
Tak terasa, malam semakin larut. Pertunjukkan teatrikal kakek telah usai. Aku yang sudah sedikit merasakan kantuk mohon diri pulang kerumah. Kakek dan nenekpun tak berusaha menahan. Karena takut kegelapan aku berlari menuju rumah. Papa berbaring di sofa. Di kamar ibu telah tertidur sendirian. Aku tak tahu bagaimana akhir cerita dari pepeperangan mereka. Aku keluar kamar lagi sambil membawa selembar kain untuk papa sebagai selimut. Kasihan papa. Aku tak mau dia nanti kedinginan. TV masih saja bicara-bicara sendiri. Ku tekan tombol on/offnya. Karena tinggi tempat colokannya ku naiki meja kecil dan menarik kabel colokan. Malam ini hujan turun. Guntur mulai menggemuruh. Kilat-kilat kecil mulai berdatangan. Mama selalu berpesan untuk mematikan semua peralatan elektronik saat dalam keadaan seperti sekarang ini. Setelah semua tampak beres, aku menuju kamar dan merebahkan diri di samping mama. Aku tak berani tidur sendirian dalam kamarku dalam cuaca begini.
Besoknya aku terbangun saat sudah pukul 06.30. Waktu itu tape deck sudah mengeluarkan lantunan-lantunan putus asah dan pengeluhan. Sungguh tak sesuai dengan harapanku semalam. Sungguh tak baik memulai hari dengan pesimis. Lagu-lagu yang terdengar sama dengan beberapa hari terakhir:” jangan kau tuduh aku”. Seingatku itu adalah lagu grup band bernama Wali. Kemudian ada lagu yang berjudul “ mengapa kau selingkuh”, “pulangkan saja aku pada orang tuaku”, “burung bajingan”, “lebe bae bacere”. Daftar lagu itu sepertinya sengaja menjadi pilihan dan kesayangan orang tuaku sekarang ini. Padahal, seharusnya lagu-lagu memotivasi yang layak didengar dalam situasi seperti ini.
Sadar atau sadar, lagu-lagu itu sudah menjadi bagian dari kehidupan kami. Tak tahu pasti kenapa mama papa lebih memilih lagu-lagu seperti itu. Padahal, dulu, setiap pagi aku selalu mendengar lagi religious atau lagi-lagi optimis dari Ebiet. Aku paling suka kalau yang diputar adalah lagu koleksi untuk anak sekolah minggu. Cocok untuk usiaku. Lagu-lagu yang penuh dengan suasana bermain.
Hari-hari berikutnya sama saja. Malahan semakin parah. Papa kini sering pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Berkali-kali papa ingin berdamai tapi selalu ditolak. Sekarang mereka tak lagi tidur seranjang. Seperti biasa, papa di sofa. Mama di koi kamar.
Satu malam karena tak tahan dengan situasi yang makin besae, papapun memaksakan diri untuk tidur sekamar dengan mama. Dia berusaha mengeluarkan jurus-jurus pamungkas untuk meluluhkan hati mama. Tapi mama berang karena papa sudah dalam keadaan setengah sadar setengah teler. Karena hal itu, perang mulutpun pecah di tengah malam. Mereka tak peduli lagi dengan keadaan sekitar.
“Yunita, kyapa ngana so ta roba skali bagi e? Apa kita pe salah? Kalupun kita salah so nda re’e mo dapa maaf so?”
“Jang tanya! Kyapa le ngana tiap malam kaluar deng pulang-pulang amper siang?” mama balas bertanya tak ingin kalah.
“Mo bagimana kita? Di rumah nda ada kesenangan. Tiap pulang kerja bukang ngana sambut bae-bae: sirang akang kopi, malah ngana bajalang baron-ron kampung. Kita nda snang ngana korang bergaul-gaul deng ABG! Ngana musti sadar Yunita; ngana itu so tanta bukang lagi cewek. So ba stel, artis kala”
“apa ngana bilang?! Ngana bilang kita baron-ron. Ngana anggap kita perempuan lonte. Asal jo ngana. Kong ngana apa. Laki apa tu pulang so pagi? Bukang lonte tu bagitu? So sama kwa. Udang deng ketang kalu bakar sama. Ne, jang bicara kalu ngana lebe soe.”
“Beda. Kita laki-laki. Ngana perempuan.”
“Cuki deng ngana. Karena ngoni laki-laki kong sambarang beking ngoni pe mau. Pemai deng ngana! Ngana bilang kita le nda ja layani pa ngana? Oh io nanti ngana lia kalu kita mo se momasa lagi for ngana.”
“Yunita, coba kwa bicara bae-bae.”
“Bicara bae-bae, lawut deng ngana. Ngana kira kita ngana pe pembantu. Kita mo tanya pa ngana: kyapa kendo’o ngana so nda pernah kase doi pa kita na.”
Perdebatan terus berlanjut. Rasa banggaku pada kedua orangtua lululantah sudah. Wibawa mereka tak ada lagi.
Aku sebenarnya hanyalah anak yang belum cukup umur untuk memahami persoalan rumit dan pelik dan menimpa keluargaku. Usiaku belumlah cocok dan siap menghadapi terpaan ini. Seharusnya, masa kecilku dilalui dengan riang gembira dan sarat dengan curahan kasih sayang. Terlalu berat buatku memikirkan dan menghadapi konflik antara mama dan papa. Bagaikan konflik Israel dan Palestina yang telah berlarut-larut tanpa ada jalan keluar menguntungkan kedua belah pihak. Hari demi hari korban berjatuhan. Nyawa melayang setiap saat. Sungguh memilukan!
Lama kelamaan kelakuan mama dan papa mulai berubah. Sifat-sifat baik telah lari dari mereka. Papa kini juga sering memukulku dengan ikat pinggangnya. Setiap kali kedapatan bermain dengan anak-anak tetangga aku selalu dicerca dengan makian diikuti dengan sabet-sabetan yang terasa perih dalam daging.
Papa selalu melarangku bermain dengan anak-anak lelaki. Apalagi, gara-gara bermain dengannya aku sampai lupa makan. Memang, selera makanku tak lagi ada. Apalagi makanan seperti nasi. Aku lebih suka snack. Cepat masuk mulut dan terasa lebih enak. Makanan sampah itu yang menyebabkan badanku semakin kerempeng. Namun, tentu saja, ancaman mama dan papa sulit merubah ketergantunganku pada jenis makanan itu. Kebiasaanku bermain dengan Gerald sulit untuk dilarang. Si Gerald memang nakal, tapi hanya dialah satu-satunya temanku. Beberapa anak lain telah dilarang orang tua mereka bergaul denganku. Mereka takut anak mereka terjangkiti oleh kebiasaan kasar dari rumahku. Apalagi mama dan papa adalah tukang maki. Gerald, walaupun nakal, dia lucu dan menggemeskan. Aku selalu dibuatnya tertawa. Aku lebih bisa berekspresi dengan dia karena kami mungkin sebaya.
Aku sebenarnya juga mendapat kenyamanan dengan nenek dan kakek serta kedua pamanku yang bernama Wani dan Wady. Kehadiran kedua pamanku mampu membuat wajahku berseri-seri. Mereka juga suka membacakan dongeng untukku. Sayangnya, waktu mereka denganku sangat terbatas. Paman Wani adalah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi di kota Manado. Dia hanya pulang sekali dalam dua minggu. Paman Wady juga sibuk. Dia apalagi. Dia hanya pulang sekali dalam sebulan.
Mama dan papa terlihat kadang-kadang insaf kalau aku kekurangan perhatian. Merkea sering memberiku uang. Dulu tidak begitu. Tak pernah mereka memberiku uang. Mereka biasa menghadiahiku buku-buku cerita. Juga membacakannya. Aku tak butuh uang. Alat tukar itu tak akan menggantikan kasih sayang dan perhatian mereka. Aku heran. Mereka memberiku uang di saat kami sedang mengalami krisis keuangan yang berat.
Dua tahun terakhir, hubungan papa dan mama tak pernah membaik. Malahan semakin jelek. Kalau pagi hingga siang mama dan teman-temannya kumpul-kumpul, bergosip dan sesekali, dalam kehebohan dalam rumah, meneriakkan kata-kata kotor karena bereaksi terhadap adegan dalam koleksi video porno yang mereka tonton dari ponsel mereka. Sore hingga malam, giliran ayah dan teman-temannya yang pesa miras dengan musik-musik super keras. Tak tahan dengan itu aku selalu menjadikan rumah kakek dan nenek sebagai tempat mencari suaka sebagai akibat dari pengabaian mereka.
Mama sangat marah dengan kelakuan ayah dan teman-temannya yang setiap malam mengotori rumah dengan muntah-muntah mereka saat tengah mabuk. Papapun balas mengeluhkan sikap ibu yang telah berubah drastik. Tak lagi menunaikan tugas kesehariannya sebagai seorang ibu dan seorang istri. Pemenuhan kebutuhan biologis ayah diabaikan. Mama sering dilabeli papa sebagai seorang istri yang telah ingkar dengan janji pernikahan.
“Brenti ngana bawa-bawa ngana pe tamang-tamang di sini setang e. Kita so pastiu.’ Serangan dilancarkan lagi. Sudah bisa diramalkan apa yang bakal jadi berikutnya.
Tak tahan dengan itu papapun tak mau kalah.
“Kyapa ngana e? pemai deng ngana.” Kali ini serangan balik ayah lebih keras. “Tegor-tegor pakita! Kong ngana?! Bini apa le bajalang deng ABG. Lala stenga mati kerja. Ngana asik gaul. So nda butul ngana no. Ngana pe kira kita nda b abaca tu sms-sms setang dari laki-laki dari mana sto ja kirim pa ngana?!
“ Mama sedikit terhenyak dengan reaksi papa.
“iyo…deri ngana so ja sangka-sangka nda-nda pa kita, nanti ngana lia. Nanti kita se butul.”
Kata-kata tak senonoh sudah membiasa di telingaku. Sungguh tak tahu lagi bagaimana aku menggambarkan kehancuran keluarga kami. Serasa sungguh-sungguh sudah di neraka. Sungguh! Keadaan ini makin menyiksaku. Mereka sungguh keterlaluan. Aku tak lagi dipandang. Aku kini tak ada lagi di mata mereka. Kenapa aku harus ada di dunia untuk menyaksikan keruntuhan demi keruntuhan.
Tak tempat lagi mencari pelipur lara bagiku. Kakek nenek sibuk dengan bisnis mereka. Mereka sedang merencanakan proyek besar. Mereka sedang mempersiapkan bagaimana menghabiskan masa tua mereka menjelang masuk ke liang kubur. Terpaksa aku harus mencari sendiri sumber kenyamanan. Aku harus mandiri. Aku harus menjari pelipur lara. Kalau tidak, lama-lama aku bisa gila dengan semua kesintingan ini. Gerald, ya Gerald. Dialah teman baikku. Bukan hanya teman. Tapi sahabat.
Aku secara sembunyi-sembunyi bermain dengan Gerald sebelum pulang rumah. Ini membuatku sering pulang kesiangan. Mama papa tak juga memperdulikannya. Hari demi hari itu aku perbuat. Aku dan Gerald bermain papa-papaan dan mama-mamaan. Kami mendramakan secara impromptu beberapa adegan yang mama dan papa lakoni saban hari. Namun, akhirnya kebiasan pulang sore ketahuan juga oleh papa apa penyebabnya.
Begitu papa melihatku masih bermain dengan Gerald, papa langsung menyeretku seperti binatang. Aku dipukulinya terus-menerus sepanjang jalan hingga di rumah. Aku berteriak minta ampun. Dia terus saja menghantamku dengan pukulan-pukulan terbaiknya. Dihempaskannya aku ke lantai begitu saja kemudian menyuruhku supaya makan. Tak berapa lama dia sudah pergi keluar rumah dengan sepeda motor. Ibu datang saat aku sudah pulih dari penganiayaan. Saat itu aku tengah bermain sendiri dengan boneka-bonekaku untuk menghibur diri. Ya…untuk menghibur diriku sendiri.
“So makang ngana?”
Belum sempat ku jawab dia nampaknya cepat tahu karena melihat tingkahku yang berusaha berkelit. Tak bisa lagi aku berbohong. Ku lihat ibu berjalan mondar-mandir seperti kerasukan. Diambilnya sapu lantai dan memukuli aku dengan batang kerasnya. Tubuhku yang terkena terasa sangat sakit. Bukan hanya dagingnya. Rasa sakit menembus tulang. Kemudian jantung. Aku berteriak-teriak seperti kesetanan. Ibu malah semakin beringas. Punggungku terasa sangat perih karena lecet-lecet dan penuh dengan lebam.
“Kyapa ngoni?” terdengar suara. Suara itu suara kakek. “Oh kasiang. Ngoni jo re’e tu mo bunung tu ngoni pe anak sandiri.” Kata kakek marah. Kini dia berdiri di depan pintu. Kakek mengangkatku perlahan. Aku telah terbujur lemah. Kehabisan kuat menahan deraan sakit. aku tak berdaya tak sanggup mengangkat tangan sebagai tanda menyerah. Tak sedikitpun terlihat bahwa ibu menyesal. Dia kelihat masih geram. Belum semua rasa kesalnya dilampiaskan.
Tiga hari aku tak keluar dari rumah kakek dan nenek. Aku teramat takut melihat kedua monster yang secara bergantian hampir membunuhku di hari yang sama. Tubuhku masih menggigil mengingat keberingasan mereka. Aku akui bahwa aku kadang nakal. Namun aku tak pantas dididik dengan cara penuh kekerasan seperti itu.
Secara bergantian, suara kedua monster terdengar di luar kamar. Mereka meminta ijin untuk menengok aku yang hampir saja dimangsa mereka. Berkali-kali aku memang pulang pada kakek dan nenek bahwa aku takut bila mereka mendekatiku. Apalagi menyentuhku.
Seminggupun telah berlalu. Trauma telah hilang. Kepercayaan kepada orang tua kembali muncul. Aku berpikir pasti merasa sudah sadar dengan ketelodoran yang telah mereka perbuat padaku. Kini aku tinggal bersama mama dan papa dan mulai bersekolah lagi. Aku telah ketinggalan jauh pelajaran-pelajaran sekolah. Mama berusaha membantuku mengatasinya. Disusunlah jadwal belajar tambahan buatku. Aku memang ingin diajar lagi oleh mama setelah sekian lama belajar sendiri. Namun, metode ajar sekarang sudah berubah. Tak lagi seperti dulu yang mengerti kelebihan dan kekuranganku, penuh dengan dukungan juga kemakluman.
“Ratu, ngana ja taru dimana ngana pe ontak? So se ajar, kyapa ngan cuma beking bagini?” kata ibu dengan marah. Tak sempat kulihat dia masuk kamar, kini dia kembali dengan seikat lidi yang keras. Pukulan bertubi-tubi mendarat di punggungku. Aku histeris. Pukulan demi pukulan melesat tanpa meleset. Tubuhku terhempas ke kiri dan ke kanan. Tak ada pengampunan. Ini adalah lanjutan pelampiasan yang tak sempat diselesaikannya tempo hari. Aku memekik penuh derita. Kakek tak kunjung datang membawa keselamatan. Nenekpun tak datang menyeru kata kata ‘berhenti!’. Aku terisak-isak sampai kehabisan suara. Mama kini kehabisan tenaga. Peluhnya yang besar-besar jatuh ke lantai. Dendamnya tersampaikan. Kami berdua terdiam. Keheningan. Yang ada hanya keheningan. Aku tertidur. Sore berlalu. Ganti gelap datang. Udara mendingin. Tiba-tiba terdengar teriakan.
“Yunita, mana tu John?!! Kuda cuki deng dia. Se kaluar kamari dia. Babi, kaluar ngana laki-laki. Yunita…mana ngana laki? Ta mo teto pa dia!!!”
Aku terbangun. Samar-samar terdengar kehebohan. Lama-lama situasi makin mencekam. Walau tubuh terasa sakit di sekujur tubuh aku tetap nekad mencoba bangkit dan mengintip dari celah-celah dinding rumah. Di depan telah berkerumunan sejumlah besar orang. Seorang pria dewasa dengan sebilah pedang terus mengeluarkan sumpah serapah dan ancaman-ancaman.
“Yunita…bilang pa ngana pe laki , jang berani kaluar. Brani dia babayang dimuka pakita, ta potong. Sembot!!!!!! Ta bunung. Brani ngana kaluar, mati ngana!”
Mama masih kebingungan. Tak mengerti dengan apa yang sebetulnya terjadi. Dia penasaran mendengar seorang pria terus mengutuk papa, bahkan mengancam hendak membunuhnya. Dia beranikan diri keluar dan berdiri di beranda sambil mengawasi.
“Kyapa ngana bataria-bataria di muka kita pe rumah, Stevi? Cuki! Kyapa kendo’o yang mo potong kita pe laki? Lawut deng ngana!”
“Pemai…! Lawut! Ngana pe laki kita dapat riki baku cuki dengan kita pe bini di kamar mandi. Ta mo teto padia!”
Dialog demi dialog yang kudengar membuatku paham apa masalahnya. Aku terpukul. Tak tahan mengetahui ayahku ternyata ayahku seorang amoral. Pukulan batang sapu masih bisa ku tahan. Tubuh cukup kuat untuk itu. Tapi tidak dengan pukulan memalukan ini. Aku tak tahu harus ditaruh dimana mukaku. Aku takkan mampu menghadapi hari esok dengan cemooh dari teman-teman sekolah. Apalah arti mengada tanpa harga diri dan kosong kasih sayang. Sungguh berat beban yang harus ku pikul.
Besoknya, semua penuh keheningan. Ibu tak tidur sepanjang malam. Dia menangisi nasibnya yang malang dihianati suami. Dia terus-terusan menyumpai papa. Dari tadi malam tak sedikitpun dia bergeser dari sofa.
Papa kini tak lagi di kampung. Semalam dia telah dilarikan ke Motoling. Om Obrin, dengan sepeda motor, meloloskannya dari sabetan parang. Syukur dia lolos dari maut.
Hari semakin terang. Aku tak kunjung keluar dari kamar. Mama tak begitu peduli. Pada awalnya. Dia masih menangisi keadaan yang telah merundung.
Waktu terus berjalan. Jam dinding telah menunjukkan pukul 12.07. Ratu belum keluar kamar. Yunita terakhir kali mendengar suaranya kemarin sore, saat meraung-raung karena kesakitan. Yunita ingin berteriak memanggil Ratu. Dia mau marah karena pasti anak itu tak ke sekolah. Geram mulai diundangnya. Tapi suaranya telah hilang.
Dia memutuskan untuk masuk dan menyeret Ratu keluar. Begitu pintu dibuka tak ada sosok yang berbaring di atas tempat tidur…..matanya yang lelah mencoba memindai seluruh sudut kamar. Dengan samar-samar sepasang matanya menangkap sesuatu di atas kepala. Seperti ada yang melayang. Perlahan-lahan dia mendongakkan kepala……….
Tak pernah terbayang. Tak pernah terpikir apa yang sekarang dilihatnya. Puterinya yang cantik jelita tergantung kaku. Lidah menjulus keluar……
Tubuh Yunita berguncang hebat. Dia meronta-ronta dalam diam. Berusaha berteriak sekuat tenaga. Tak keluar suara.
Air mata-mata bercucuran. Kini semua sudah terlambat.
Didekapnya kaki anaknya yang dingin membeku. Dia menangis keras dalam kebisuan. Tapi semua itu tak lagi ada faedahnya.
Sehelai kertas tergeletak di atas lantai. Dia tahu itu tulisan tangan anaknya. Dia yang mengajar anaknya sehingga bisa menghasilkan goresan-goresan huruf indah di atas kertas.


Tondei, 20 Desember 2010
Buat mama dan papa,
(Dua Orang Yang Paling Ku Sayang)
Sungguh indah kenangan yang kita lalui bersama sepanjang separuh dari sepuluh tahun yang telah berlalu. Aku adalah anak yang paling bahagia di dunia saat itu. Banyak teman-temanku irih karena aku dilimpahi dengan kasih sayang dan kehangatan serta perlakuan-perlakuan kalian yang penuh dengan kelembutan.
Namun, ambisi kalian merenggut semua perhatian yang seharusnya membahagiakan kita. Keegoisan kaian telah merampas kemesraan di antara kita. Apalah artinya hidup jika kehilangan senyuman seorang ibu? Apalah artinya artinya berada di dunia tanpa belaian seorang ayah?
Berbahagialah orang yang tak pernah dilahirkan. Lebih baik tak pernah dilahirkan, daripada berada dalam dunia sambil menyaksikan segala ketidakadilan ini.
Anakmu yang nakal,
Ratu
Nb: aku janji saat kita bertemu di surge nanti, kelakuanku sudah berubah.



Rasa penasaran kakek dan nenek membawa mereka melihat kebisuan di rumah anak dan cucuk mereka. “Tak biasanya sesunyi itu”. Rasa rindu kakek dan nenek untuk bersenda gurau dengan cucu mereka mendorong mereka melangkah memasuki rumah itu.
Betapa terkejutnya merka menyaksikan cucu mereka telah terbaring tanpa nyawa. Tali pencabut nyawa masih menggantung. Tak ada yang perlu dijelaskan semua begitu terang benderang.
Sang nenek berkali-kali jatuh pingsan tak kuasa melihat sang cucu yang tak berkata setitikpun. Padahal kemarin dia masih dengan lincahnya berlari kian kemari mengejar ayam-ayam kecil untuk menangkapinya. Cucunya berkali-kali didapati mereka berbicara dengan anak-anak ayam itu.
Tahulah sang nenek bahwa anak ayam itu lebih dipercaya sang cucu untuk mencurahkan isi hati, ketimbanga kedua orang tuanya.
Hari itu juga pemerintah memerintahkan supaya segara mempersiapkan penguburan. Wani dan Wady berupaya protes tentang pemakaman yang mau dipercepat itu. Sang hukum tua bersikeras bahwa dia hanya menjalankan peraturan desa. Telah ditetapkan bahwa bunuh diri adalah tindakan yang bertentangn dengan nilai-nilai kekristenan dan adat desa. Jadi, tak ada upacara. Tak ada penghormatan jenasah.
“Bapak Hukum Tua, kami mohon supaya penguburan ditunda hingga besok. Bapakkan tahu to, ini peristiwa mendadak. Torang masih tunggu keluarga dari jao. Satu hari saja. Tidak lebih.” Wani meminta sedikit memohon.
“Begini, aturan adalah aturan aturan sudah dibuat. Dan itu untuk kebaikan kita bersama. Kalau aturan ini dilonggarkan itu sama saja dengan bersikap permisif terhadap perilaku bunuh diri,” kata hukum tua dengan bahasa Indonesa yang dibuat-buat sehingga terdengar ilmiah.”
“Bukankah sangat tidak bijak apabilaaturan itu diberlakukan pada anak yang sebetulnya tak mengerti dengan apa itu bunuh diri? Kenapa kalian tak memberi pengampunan. Saya yakin Tuhan adalah pengampun. Dia pasti akan mengampuni anak kami. Dia tidak bunuh diri. Dia dibunuh oleh ketertekanan dan ketidakadilan. Dia adalah mangsa iblis. Dia adalah korban. Kenapa dia yang harus dihukum?”
Tampaknya selogis apapun argumen Wani tak akan mengubah pendirian Hukum Tua. Padahal, pada kasus waktu lalu, waktu adik dari sekdes melakukan bunuh diri, peraturan ini didiamkan saja.
Ayah Ratu tak datang saat anaknya dikubur. Banyak saudara jauhpun tak sempat.
Beberpa tahun kemudian, ayah dan ibu Ratu bertemu dan memutuskan untuk memulai kembali dari awal. Pengalaman buruk telah memberikan mereka pelajaran yang sangat bernilai. Meskipun anak satu-satunya menjadi tumbal.
Masalah lalu biarlah berlalu. Mereka telah belajar tentang nilai-nilai kehidupan sejati. Pernikahan ulang dilakukan. Hal ini harus karena kedua orang tua Ratu sempat bercerai beberapa bulan setelah dia meninggal. Mereka dikaruniakan seorang putrid yang cantik. Sangat mirip dengan ratu. Merekapun menamakan anak itu Ratu.

Selesai

Rabu, 28 September 2011

SESAT

[Sebuah cerpen]

Iswan Sual


Kami telah bersepakat untuk menikmati hari libur Idul Fitri di tempat yang tak lumrah. Biasanya kami pergi ke pantai. Mendengar suara gulungan ombak, dan melihat riak-riak nan indah ketika air ditiup angin-angin kecil. Bahkan, tidak jarang alasan kami pergi ke pantai adalah untuk mencicipi rasa asin air yang tergenang dalam kubangan yang begitu luas tersebut.Itu adalah kebiasaan orang-orang kampung, yang biasa dicap udik,ketika turun gunung.Padahal orang yang tinggal di pesisir pantaipun kelihatan lebih udik lagi ketika mereka pergi ke desa kami yang ada lereng-lereng bukit melihat monyet-monyet yang punya kemiripan dengan mereka.
Kami menikmati hari libur idul fitri bukan karena kami pengikut Muhammad.Kami pengikut Yesus dari Nasaret.Kejenuhan kami pergi ke pantai dikarenakan selama dua tahun ini pantai selalu menjadi tujuan wisata kami.Akibatnya kami hampir lupa bahwa di sekitar kampung kami juga terdapat situs indah. Perjalanan ke situs itu cukup jauh dengan medan yang sangat menantang. Tapi, tak satupun anggota pemuda kami yang mengeluh soal ini.
Kami telah bersepakat untuk berangkat jam 08.00 pagi. Saat aku menanyakan baik-baik apakah mereka bisa melaksanakan keputusan itu dengan baik, semua tiada menunjukkan tanda-tanda penghianatan pada keputusan.Akupun teryakini dengan itu.Awalnya ada keraguan karena mereka selalu saja tidak tempat waktu dan sering melanggar setiap hasil musyawarah yang kami buat.
Besoknya aku bangun pagi sekali.Ibu sangat baik padaku.Bekal untuk seharian kamipun telah disediakan.Ada nasi kaboro dan lauk yang unik, tikus yang saus.Mulutku jadi bergidik saat menciup aroma enak dari lauk khusus itu.Sayapun siap.Bekal sudah ku taruh di atas meja lengkap dengan sebilah parang untuk menebang kayu sebagai pembuka jalan.Bisa juga sebagai jaga-jaga jangan-jangan ada serangan ular tiba-tiba.
Kami bersepakat untuk berangkat bersama. Sudah hampir jam delapan, tapi tak satupun diantara teman-teman yang muncul. Aku keluar dari rumah dan melihat ke langit bagian timur.Hitam pekat.
“Akan hujan lebat sebentar lagi”, gumamku dalam hati
Melihat kondisi seperti ini, aku ragu kedatangan teman-teman itu.Tak sampai 5 menit langitpun kembali menyingkapkan matahari yang ditawannya.
“ Ada harapan kami bisa berangkat”.
Sejurus kemudian datang beberapa teman lelaki.Tak satupun yang membawa jinjingan. Mungkin kedatangan mereka untuk memberitahukan bahwa mereka tak bisa bergabung dengan tim.
“Mau pergi tidak?Kok datangnya telat”, tanyaku protes.
“Oh tentu.Awalnya kami memang ragu sih”.
“Mana bekal kalian?Selalu saja begitu.Kalian tak takut mati kelaparan di sana?”
“ Salah satu dari kami kan pernah jadi Tarzan. Tak ada yang perlu dirisaukan.Hero pernah berkawan dengan monyet cukup lama. Pasti akan ada yang membantu kami saat lapar. Hero tindak kedua telapak tangannya dekat mulut dan auwoooooooo!”
“hahahhahahha”
“Baiklah kalau begitu”.
“Ngomong-ngomong, mana yang lain?Maksudku para gadisnya.Kan tidak seru kalau yang pergi hanya lelaki saja”.
“Shila, katanya akan ikut.Memei….tidak tahu.Tak pasti”.
Tak sampai seperempat jam kemudian para pasukanpun telah bertambah. Mataharipun semakin nampak dan mulai menggigit.Kulihat jamku. Sekarang jam 08.30.
“ Kita sangat jauh dari rencana”, kataku kesal.
Setelah semua telah terkumpul di rumahku, kamipun berdoa.Setelah anggota dihitung, kamipun mulai bergerak ke barat.Tujuan kami adalah situs yang bernama Tetewatu.Pergerakan yang cukup lamban.Senda gurau pun menemani langkah-langkah mungil kami.
Belum sampai setengah kilo meter, kilhat Toar berlari kea rah berlawanan dengan arah tujuan.
“Kau mau kemana, Toar?”
“ Aku lupa sesuatu!”
“Lupa apa?”
“ Alkitabku tertinggal di atas meja. Di rumah kamu”.
“ Dasar! Kecil-kecil, sudah pikun.Kalian bisa jalan terus.Jadi tunggu aku.Aku bisa nyusul.”
“Tapi kamu tahu tidak jalan ke Tetewatu”.
“ Aku bisa menyusul kalian sebelum di persimpangan jalan.”
“ Ok kalau begitu”.
“Cepat ya. Jangan buat kami menunggu terlalu lama!”.
Kamipun melanjutkan perjalanan.Tapi langkah sengaja ku perlambat.Supaya Toar bisa mengejar kami. Teman-teman lain sudah berada jauh di depan. Mereka sekarang sudah tak kelihatan.Sudah ditelan belokan.
Sesampai dipersimpangan, Toar belum muncul.Kami sudah 15 menit hanya berdiri saja di persimpangan.Dia tak juga menampakkan batang hidungnya.Saya dan kekasihku terpaksa harus siap-siap diserang penyakit farises.Harus kami tunggu.Sesuai kesepakatan kami wajib jalan bersama supaya hal-hal yang tak diinginkan tak terjadi.Lama-lama kamipun bosan berdiri di persimpangan seperti menunggu-nunggu ojek.Kami putuskan untuk lanjutkan perjalanan.Anggota kami tidak lagi 18 orang.Sekarang kami tinggal 17 orang.Toar tidak tahu menahu jalan ke Tetewatu.Tapi, dia bersikeras untuk tak ditunggui.Kini lihat akibatnya.
“ OhToar yang malang! Sungguh sangat disesalkan kamu tak akan termasuk dalam kelompok pemuda yang pertama melaksanakan ibadah wisata di Tetewatu”.
Langkah kini kami percepat. Kami harus menyusul teman-teman yang lain. Masih banyak persimpangan jalan di depan. Kelompok yang terpisah-pisah akan tersesat nantinya. Langkah semakin ku percepatan.Kekasihku mengeluh.Kakinya mulai belas.Aku seperti tak begitu peduli.Ku jelaskan alasan logisku.Dia tampak tak puas dengan penjelasanku.Wajahnya jadi cemberut.Tanda-tanda ketuaan tersingkap.Padahal umurnya baru 19 tahun.Benar kata orang.“ Marah-marah bikin tua”. Ku perlambat langkah.Ku jemput dia. Ku raih tangannya. Ku berikan satu kecupan manis. Ada senyum tersungging di sudut bibirnya.Sangat mudah ternyata menjinakkan seorang singa muda.
Memang kecupan lebih bermanfaat daripada rentetan kata yang panjang. Kecepatan langkah kami berdua kini selaras. Gara-gara begitu kami sekarang berada di belakang teman-teman dengan jarak hanya 20 m. Ternyata mereka juga memperlambat langkah demi menunggu kami. Mereka kini berpeluh. Beberapa dari para gadis manis mulai mengeluh. Para pemuda setengah bayapun ikut-ikutan.
“ Wah enaknya jalan berdua sang pujaan hati. Kami jadi irih.Frengki, mau tidak kamu jadi pasanganku? Sehari ini saja.”
“ Tidak mau ah… Najis!”
Gelak tawapun meledak seperti ledakan bom Marriot yang menewaskan beberapa warga Negara asing.Untung saja bomnya bukan bom betulan.Nasib kami tak jadi seperti WNA.
“ Woi…..tunggu. Aku disini”.
Serta merta semua kami berbalik melihat mencari-cari asal suara.Ternyata si Toar.Badannya berguncang-guncang.Dia ngos-ngosan.Pakaiannya kini basah.Dia menyusul kami dengan berlari.Sambil membawa bekal makanan berkuah yang kini terlihat sedang meleleh.Bau tumis membuat kami lapar.Tapi perjalanan belum separuh.Bukan kebiasaan yang baik makan sebelum sampai di tempat tujuan.Pantang buat kami.Itu pesan apo-apo kami.
Tak sampai 10 menit.Kami tiba di perkebunan Aser.Para lelaki mulai berteriak.Memanggil-memangil Anto, Yanli dan dua gadis yang mereka gonceng di motor mereka.Kami sudah bersepakat ditunggu di tempat itu.Semakin keras kami berteriak.Tapi tak ada sahutan.
“ Sekarang kita sudah di sini. Selanjutnya kita mengambil jalan yang mana? Ke kiri, ke kanan atau lurus saja?”, tanyaku.
“ Lurus boleh. Tapi jauh.Kalau mau cepat seharusnya kita lewat jalan Punti.Bukan di sini”, Jawab si Ading berambut harajuku.
“Loh kok kami tak dibilang tadi?”
“ Ya…kita sudah buat kesepakatan motor-motor tunggu di sini. Jadi ku pikir kita akan memilih jalan lurus”.
Sewaktu aku berdebat dengan Ading, Toar sudah mengambil jalan ke kanan. Akupun jadi berkesimpulan kita semua akan ke kanan. Aku mulai berjalan searah dengan Toar.Ading datang mencegah.Toar pergi semakin jauh.Kami berjalan kearah lurus.Bukan ke kiri atau ke kanan.Kami berusaha memangil si Toar.Seruan kami tak dihiraukan. Dia lupa akan kesepakatan bahwa kami tetap harus bersama. Seharusnya tak ada yang jalan sendiri.Kami terus berseru memanggil.Diapun membalas namun suaranya makin memudar.Keras kepala.Dia pikir dia telah mengambil jalan yang benar.Kini suaranya tak terdengar lagi.Kami juga teruskan perjalanan.Lurus kedepan.Lewat sungai besar.Beberapa teman gadis ada yang takut melintasi sungai. Terpaksa kami temani lewat sisi lain. Jembatan darurat. Ya kami mengambil alternative jalan di jembatan kayu. Kami masih menunggu susulan Toar.Sampai sekarang dia tak kelihatan.Dasar keras kepala.Sayapun berhenti merisaukannya.Kami jalan terus.Naiki lereng yang curam.Turuni lereng yang curam.Naiki bukit miring.Turuni lereng yang terjal.Tak lama kemudian terdengar bunyi aliran air yang deras.
“Itu pasti sungai Tetewatunya”.
Hati mulai berdegup-degup.Tak sabar kami melihat buatan tangan Tuhan yang elok. Berharap sesampai di sungai, Tetewatu persis di depan mata. Ternyata tak seperti itu. Si Ading sang pemandu mulai berjalan di depan kami.
“ Kita harus menyusuri sungai. Kita akan mengikuti arus.Kemana air sungai ini mengalir, kesanalah kita.Dia akan membawa kita ke tujuan kita”.
Kami menaruh kepercayaan penuh padanya.Walaupun awalnya ada sedikit keraguan.
Tiba-tiba wajah Toar terbayang.
“ Kira-kira dia dimana ya”, bisikku dalam hati.
Sebagai pemimpin rombongan aku punya tanggungjawab atas keselamatan dia. Bagaimana kalau dia hilang. Tentu orang tuanya akan menuntut padaku. Aku berharap dia benar.Mungkin dia sudah tiba di Tetewatu.Sebab itu yang dia mau.
Dia nekad mengambil jalan ke kanan karena dia yakin itu adalah jalan yang akan mengantarnya ke Tetewatu dan tentu mendahului kedatangan kami ke tempat itu.
Aku dan gadisku terus berjalan membuntuti teman-teman.Sungguh petualangan yang hebat.Hujan mengguyur dengan cekatannya.Tubuh kami basah kuyup oleh hujan dan air sungai karena sudah beberapa kami tercebur karena terpeleset pada batu-batu yang berlumut.
Di belakang kami ada sepasang kekasih.Tampak mereka saling menjaga. Tangan mereka tak bisa lepas satu sama lain. Pasangan yang serasi. Mereka masih kuliah tapi mungkin bulan depan mereka akan segera menikah.
Aku dengar si wanita sudah berkali-kali mendesak sang lelaki supaya cepat melamarnya. Si lelaki masih menolak secara halus.“Belum ada uang”, katanya.Ya memang di jaman sekarang serba mahal.Supaya bisa menikah, kita harus punya sedikitnya 20 juta. Aku sering bertanya: “ Untuk apa? Apakah perempuan sebegitu rendahnya sehingga dibayar seperti barang?”
Jaman sekarang memang semakin materialistik.Anak perempuan sendiri dijadikan barang komiditi.Tidak sedikit orang tua yang door to door menawarkan anak perempuan mereka pada orang-orang berduit.Banyak yang berminat, tapi selalu saja memberikan penawaran.Calon pembeli selalu bertanya.Tidak jarang pertanyaan itu merusakkan pendengaran.
“Aku mau beli. Tapi, anakmu terbuat dari apa? Apa benar-benar buatanmu atau orang lain? Terbuat dari apa? Tepung atau beras?Sudah berapa calon pembeli yang mencolek-colek?Apa anakmu sudah pernah dicicipi? Isinya?Unti atau daging?”
Sungguh tak ubahnya seperti percakapan dalam pasar tradisional.Ada penjual ada pembeli.
Pasangan kekasih seolah tak punya hak menentukan hidup mereka. Padahal, yang akan menjalani penderitaan hidup adalah mereka. Kenapa mereka tidak diberikan kebebasan memilih dengan siapa mereka menderita?
“Hidup adalah penderitaan”,kata Budda.
“ Hidup adalah kesia-siaan adanya. Berbahagialah mereka yang tak pernah dilahirkan”, keluh Salomo.
Bagi pasangan yang sudah cinta mati, mereka lebih memilih kawin lari saja.Atau kalau tidak, si lelaki menghamili si gadis sebelum nikah. Supaya harga komoditinya berkurang atau tidak dibayar sama sekali. Karena malu, sudah bunting, orang tua si gadis suruh cepat-cepat kawin biarpun si lelaki hanya gembel.
“ Ah… kenapa pikiranku sampai memikirkan itu?”, keluhku pelan.
Sungguh mengejutkan! Kami sekarang berada tepat di depan Tetewatu.
“Gerbang air yang luar biasa!”
Semua tampak gembira menikmati kemolekan situs hasil karya ilahi.Lekuk-lekuk badanya tampak sempurna hingga buat kami bergidik.Setiap mata melotot memandangi ketelanjangan Tetewatu.Dia masih perawan. Kamilah sang pengambil kesuciannya.
Tak lupa kami mengambil beberapa gambar kami sendiri secara bersama.15 menit kemudian kebaktianpun dijalankan.Semua begitu kusyuk ibadahnya.Kami akhirnya berdoa dan menyanyi di tempat eksotis ini.Lantunan-lantunan puji-pujian kepada yang Maha Kuasa mengema merabai dinding batu.Para makhluk halus bingung dengan gerak-gerik aneh yang berlaku.Mungkin mereka terusik.Mungkin juga mereka keasyikan mendengar lagu pop rohani yang belum pernah terdengar sebelumnya oleh mereka.
“ Ini luar biasa! Ini suatu kemajuan.Kita melihat dunia baru”, kata makhluk halus yang sedikit open-minded.
“ Tidak! Ini adalah awal dari kehancuran peradaban kita. Aku tak ingin generasi kita suka dengan lagu pop rohani yang bias membuat anak-anak muda kita berjingkrak-jingkrak seperti orang gila”, kata makhluk halus yang konservatif.
“Hey Konservat, sudah saatnya kita bangkit dan bergerak maju. Kenapa kamu anti dengan pembaharuan, kreatifitas dan kemajuan?”, kata Open-minded.
“ Itu bukan pembaharuan. Itu hanya emosi yang meluap-luap.Cerminan dari ketidakmatangan.Itu bukan kreatifitas.Itu wujud kejenuhan pada sesuatu yang teratur rapih.Itu adalah pemberontakan.Dan itu bukan kemajuan.Itu adalah penyimpangan.Sesat jalan. Dan jalan itu, suatu saat akan membawa kita pada posisi kita semua. Dan itu bukan kemajuan, tetapi malahan merupakan kemunduran”, kata Konservat.
Toar tak kunjung tiba.
“ Dimana dia gerangan? Jangan dia telah diterkam binatang buas.Atau mungkin tertangkap oleh ular piton yang besarnya seperti pohon kelapa.Sekarang sudah jam 2 sore. Seharusnya dia sudah tiba disini setengah jam yang lalu.”
“ Teman-teman mungkin sudah saatnya kita pulang”, usul Yanli.
“ Bagaimana kita pulang? Apa kita akan kembali menyusuri rute yang kita lewati tadi?”
“ Tidak. Kita harus terus mengikuti kemana sungai ini akan membawa kita. Jaraknyapun lebih dekat.”
Sejujurnya aku masih suka berlama-lamaan.Namun, semua kami nampak mulai kedinginan.Setiap tubuh kami berguncang dengan cepatnya.Semakin kami mengeras semakin hebat guncangannya.Tidak heran.Kami sudah disirami selama 2 jam.
“ Ayo jalan terus. Tak lama lagi hari gelap.Tak ada yang membawa penerang.Kita harus percepat langkah kita. Kalau tidak…..”.
Semua menjadi ngeri mendengar ajakan yang mengancam itu.Tak ada yang mau bermalam di Lolombulan.Hutan Lolombulan terkenal angker dan sarat dengan linta dan ular Patola yang ukurannya sampai sebesar pohon kelapa.Kami bisa kehabisan darah oleh gigitan dah hisapan linta-linta buas.Kami bisa remuk oleh belitan ular.
“ Kira-kira,Toar dimana ya? “, aku mulai risau.
“ Sudah kubilang supaya tetap bersama. Kenapa sih dia begitu keras hati.Menyusahkan saja!”
Setengah jam kami terbawah hentaran sungai. Kini kami telah berada di area bernama Licu incawayo.Kami berjalan terus.
Sekarang kami sudah di perkebunan Punti.Mampir sebentar di Tampagula.Secara bergantian kami mengambil tombal dari wajan besar. Tombal rasanya bertambah manis karena kami mengguna tampurung sebagai ganti gelas. Tubuh kami jadi hangat.Rasa dinginpun terlupakan.
Sampai sekarang Toar belum terlihat.
Perjalanan berlanjut.Kami menuju perkebunan Aser. Hanya butuh waktu setengah jam untuk tiba di kampung. Kami tiba menjelang malam.Tak ada orang tua Toar datang menanyakan keberadaannya.Mungkin dia memang sudah pulang lebih dulu.Dia mungkin batalkan kepergiannya ke Tetewatu karena sakit perut.Namun, aku lega.
Besoknya, kami bertemu Toar.Dia hanya senyum-senyam dan seperti tak mau mengaku salah.Aku sedikit menunjukkan rasa kesal padanya.Ternyata, dia memang tersesat di tengah hutan.Dia berusaha menyusul kami tapi tak berhasil. Diapun pulang ke rumah saat jam sudah menunjukkan pukul Sembilan malam. Dia juga menceritakan bagaimana susahnya dia berjalan pulang dalam kegelapan.Berjalan seperti tunanetra.Dia terlunta-lunta di perkebunan Punti dan Aser.Berkat iman dan tuntunan ilahilah dia boleh mencapai rumah.Syukur.

Selesai 12 September pukul 23.00

Rabu, 07 September 2011

BIOGRAFI DRS. L. BELLA

OLEH: ISWAN SUAL, S.S

Kemanapun saya pergi, jika masih dalam daerah Minahasa, setelah tahu darimana asal saya, orang akan langsung menanyakan pertanyaan lain, yakni: “Tahu Drs. L. Bella?”. Dengan sontak saya selalu menjawab: “oh itu kita opa”. Saya bangga dan kagum dibuat oleh ketokohanya sehingga secara langsung menjawabnya seperti itu.
Sebenarnya, walaupun beliau adalah adik tiri dari nenek buyut saya-Anaci Bella, dia tetap bukan benar-benar kakek saya. Panggilan Kakek kepadanya dalam hal ini menunjukkan bahwa dia adalah yang sudah dituakan atau ditokohkan dalam keluarga. Atau dalam istilah lain, dia adalah kebanggan keluarga kami. Mudah-mudahan saya memakai istilah yang benar.
Drs. Bella memiliki nama lengkap, Drs. Ludwijk Bella. Lahir di desa Tondei. Menurut penuturan ayahku, dia dibesarkan oleh kakek buyut ayah saya yang bernama Krestian (Mandor) Sual dan nenek buyut saya yang dipanggil Ina Poluakan. Krestian adalah ayah tiri L. Bella.
Tidak banyak yang dituturkan oleh ayahku mengenai kehidupannya secara mendetail. Tapi, saya banyak mendengar tentang sepak terjangnya sewaktu menjadi evanglis (evangelist). Dia sangat dikenal sebagai seorang pelayan Tuhan (namun bukan pendeta) yang berkhotbah penuh wibawa rohani, kharisma roh kudus, dan fleksibel/adabtif dalam pelayanan. Walaupun dia termasuk fatatik tapi dia tetap menjunjung tinggi universalitas.
Kata banyak orang, dia pernah beberapa kali berdoa meminta supaya hujan berhenti turun. Dan hujanpun berhenti. Dia berkhotbah sampai-sampai orang hampir tak mengedipkan mata. Khotbahnya berisi nubuat. Dan banyak orang sekarang ini teringat padanya ketika terjadi sesuatu seperti yang sudah pernah dikhotbahkannya.
Saya juga mendengar bahwa dia dikenal secara internasional dalam kalangan pendeta. Walaupun, konon, hidup istrinya bertolak belakang dengannya.
Aku juga mendengar bahwa di saat beliau meninggal, sempat disemayamkan di IKIP. Sebab beliau juga adalah dosen di perguruan tinggi itu. Dan pada saat itu terjadi gempa bumi yang dasyat.
Dan yang saya tak habis pikir adalah bahwa ternyata fotonya sudah beberapa kali saya lihat ketika melihat berkunjung ke rumah beberapa keluarga di kampung, dimana saya mampir. Umumnya sekeluarga dengan beliau. Nanti pada tahun 2010, sewaktu berkunjung ke rumah keluarga Wongkar Bella, saya bisa melihat bagaimana rupa dari tokoh yang legendaries ini. Seorang yang berpakaian rapi, berkaca mata dan penuh wibawa.
Cukup dikenal karena kesan baiknya. Namun, akankah dia dibicarakan lagi dalam waktu 5 sampai 10 tahun depan? Saya skeptik. Dalam waktu itu, saya pikir, orang-orang yang menjadi saksi langsung kehadirannya mungkin sudah berpulang. Lantas siapa lagi yang akan menceritakan kepada generasi yang berikut bahwa ada seorang yang dipenuhi roh kudus, seorang evanglis yang lahir di desa Tondei, desa yang seringkali tak tertera dalam peta?
Pernah, pada hari Kamis 17 Januari 2011, karena penasaran, untuk mengetahui apakah Drs. Ludwijk Bella bisa diketahui lewat media dunia maya atau tidak, saya mencoba mengetikan nama “Drs. L. Bella” lewat mesin pencari GOOGLE. Hanya ada satu teks yang saya dapati di dalamnya tertulis nama Drs. L. Bella, yakni dalam teks sejarah GMIM jemaat Winangun Manado. Saya sedikit kecewa. Ternyata apa yang terekam dalam kepala orang-orang, tidak demikian dalam catatan lembaran sejarah. Bahkan mungkin, saya berkesimpulan, tak ada catatan mengenai riwayat hidup almarhum yang dibuat oleh sinode GMIM. Mudah-mudahan saja ada tapi belum dipublikasikan lewat internet. Sudah seyogianya itu disosialisasikan.
Saya berpikir, sambil menunggu publikasi tersebut (kalau ada), saya akan membuat tulisan mengenai beliau. Walaupun apa yang ada nantinya cuma merupakan penggalan-penggalan kecil dari lembaran sejarah.

CERITA RAKYAT TONDEI

oleh
Iswan Sual, S.S
Dituturkan oleh Lexy Sua)

1. Ma’beris
Pada suatu hari ada sepasang suami istri tinggal dalam satu rumah yang cukup sederhana. Letaknya cukup berjauhan dari pemukiman yang ramai. Si istri dalam keadaan hamil tua (baca:tinggal menunggu waktu pendek untuk melahirkan). Ini membuat si istri tak bisa lagi beraktifitas terlalu banyak di luar rumah. Pada zaman ini pekerjaan seorang perempuan desa tidak jauh berbeda dengan seorang pria dewasa. Namun keadaan hamillah yang membuat si istri ini tidak bisa berbuat seperti itu lagi.
Si suami suka berburu binatang hutan seperti tikus, monyet, dan babi. Karena kegemarannya ini kadang-kadang dia lupa pulang rumah dan tak ingat istri yang sudah hampir melahirkan. Ketika dirasanya hasil buruannya cukup untuk dibawa pulang, maka dia akan membulatkan hati untuk kembali ke rumahnya. Dia kembali dengan senyum puas walaupun kelelahan. Setibanya di rumah dia langsung meminta istrinya menyiapkan makan malam. Tak lupa dia juga meminta supaya istrinya memasak hasil buruannya. Keadaan terasa biasa saja. Istrinya hanya menurut saja kepada suaminya tanpa bicara. Itu adalah hal biasa. Si suami beristirahat membaringkan badan sambil melihat keluar. Malam itu bulan purnama. Lama kelamaan, situasi jadi berubah karena bunyi seperti anak yang sedang menyusui dari tetek ibu terdengar secara terus menerus. Si suami mulai bertanya-tanya. Dia mulai memperhatikan istrinya yang sedang bekerja di dapur. Diperhatikannya istrinya yang memotong binatang buruan dan juga bahan-bahan masakan dengan kukunya yang panjang seperti pisang. Punggung isrinya berlobang. Dari situlah bunyi suara bayi menyusui terdengar. Kelihatan ada bayi di dalam lubang pada punggung istrinya. Istrinya tiba-tiba menghadap dia dan mengejarnya. Si suami lari terbirit-birit kearah hutan belantara dan akhirnya mati ketakutan. Istrinya ternyata telah meninggal beberapa minggu sebelumnya pada saat sedang melahirkan. Sekarang dia telah menjadi hantu-Pontianak atau ma’beris.

2. Tidur 9 sehari
Cerita ini adalah kisah nyata dari ayah penulis mengenai seorang yang bernama Hero Timporok. Hero adalah kakek buyut dari penulis. Ayah dari ibu ayah penulis.
Cerita dimulai dari ketika Hero berumur 16 tahun. Suatu ketika dia memberitahu ayah ibunya bahwa dia akan tertidur selama 9 hari di lumbung padi. Apabila sudah lewat 9 hari dia tidak bangun, orang tuanya boleh menguburkannya. Hal inipun diberitahukannya setelah dia bermimpi. Inilah yang terjadi dalam mimpinya.
Tiba-tiba saja dia sudah berada di pantai. Disitu sudah ada seseorang yang berpakaian putih. Orang ini juga bersayap. Si orang bersayap, ini dari kejauhan, memberi peringatan supaya cepat-cepat naik di punggungnya kalau tidak dua ekor singa di sekitar akan segera menyantapnya. Ada keraguan dalam diri Hero. Namun karena singa semakin mendekat dan mengganas, Hero dengan cepat-cepat (tak ada pilihan lain) naik ke punggung orang bersayap itu. Hero dan si pria bersayap langsung melesat dan tiba-tiba mereka sudah berada di tengah lautan. Dalam hati si Hero penuh dengan tanda tanya. Perjalanannya memakan waktu beberapa hari. Akhirnya sampailah mereka di tepi laut seberang. Terdengar suara beng-beng-beng-beng. Seperti ada orang yang memukul-mukul besi dengan besi. Suaranya melengking di telinga. Dan tampaklah kepada Hero pintu gerbang yang panjangnya dari tanah sampai ke langit yang bergerak terbuka dan tertutup. Inilah yang menyebabkan suara beng-beng tadi. Tampak juga beberapa singa dekat pintu gerbang tersebut. Si manusia bersayap mengingkatkan sekali lagi supaya Hero bergegas masuk melalui pintu gerbang tersebut. Karena terdesak oleh singa-singa yang tampak mengancam, Hero memutuskan untuk berlari dengan cepat menerobos masuk melalui pintu gerbang yang terbuka dan tertutup.
Setelah melewat pintu gerbang, dia berjalan cukup lama sehingga akhirnya tiba di persimpangan jalan. Ada dua jalan. Yang satu terbuat dari emas berwarna kuning. Sedangkan yang satu lagi penuh duri. Pada saat Hero mencoba masuk di jalan yang terbuat dari emas, dia dicegat oleh manusia lain yang juga bersayap. Dia ditawarkan untuk melalui jalan yang berduri dulu. Namun dia diberitahu tak akan menderita ketika melewati jalan itu.
Dari kejauhan mulai terdengar jeritan orang. Semakin dekat semakin terdengar jeritan yang mengerikan. Akhirnya tampaklah dari jauh suatu wadah yang besar sekali yang menyerupai panci pengoreng. Di bawahnya ada api yang tak terkira besarnya. Kelihatan orang-orang berbondong-bondong terjun kedalam wadah itu. Sambil terjun mereka menyebutkan (meneriakkan) dosa-dosa atau perbuatan buruk mereka sewaktu masih hidup. Sampai mereka jatuh ke dalam wadah besar (seperti lautan besarnya) yang mendidih sangat panas. Ada beberapa orang yang dikenalnya di situ.
Hero sangat tak tahan melihat penderitaan orang-orang tersebut. Sangat menakutkan. Dia ingin cepat-cepat pergi dari situ. Setelah cukup lama di situ, Hero diarahkan oleh seorang yang bersayap untuk menuju ke tempat lain.
Mereka mulai berjalan lagi. Perjalanan yang panjang dan cukup melelahkan. Dari kejauhan mulai terdengar suara yang nyaring nan indah. Semakin dekat semakin indah. Hero merasakan merdunya suara itu. Seperti paduan suara. Dari kejauhan dia melihat sejumlah besar orang yang berkumpul berpakaian serba putih. Suara nyaring dan merdu ternyata berasal dari kumpulan manusia berpakaian putih ini. Seperti paduan suara mereka menyanyi dengan penuh sukacita. Heropun mengamat-amati ternyata ada orangtuanya. Mungkin tempat inilah yang dinamakan dengan surga. Tidak lama kemudian si manusia bersayap memberi tanda bahwa waktunya telah habis. Diapun dituntun pulang melewati tempat dimana dia lewat sebelumnya.
Tiba-tiba Hero terbangun dari tidurnya. Waktu itu banyak orang telah terkumpul untuk menyiapkan pemakaman darinya. Karena selama sudah 9 (Sembilan) hari dia tertidur tak sadarkan diri. Ternak dan banyak ayam berkeliaran seringkali mengerumuninya.
Orang-orang terkejut karena Hero akhirnya bangun dari tidur setelah tidur selama 9 (Sembilan) hari. Pada saat dia terbangun sudah ada di sampingnya gelang dan buku menyerupai alkitab (kaul). Konon dia banyak menyembuhkan orang hanya dengan meletakkan benda ke orang sakit. Tapi tidak tahu menahu tentang kitab itu. Nanti ketika injil dikenalnya dia melihat pendeta memegang benda seperti itu kemudian mengatakan bahwa benda itu sama dengan apa yang didapatinya setelah terbangun dari tidur 9 hari.
Cerita tentang Hero Timporok:
1. Ada suatu ketika Hero melakukan perjalanan ke desa Tompaso Baru. Di perjalanan ada seekor sapi berdiri tepat di jalan yang akan dilewatinya. Dia mengusahakan untuk menggiring sapi itu dari tengah jalan. Dicarinya pasak atau batang kayu dimana ujung tali sapi diikatkan. Dibukanyalah tali itu dan dipindahkanlah sapi itu sedikit jauh dari jalan. Ada orang yang melihat tindakannya itu. Tak lama kemudian sapi itu mati. Berita ini dengan cepat-cepat disebarkannya ke kampung terdekat. Maka orang-orang kampung menjadi marah dan beriktiar untuk membunuh Hero. Lengkap dengan parang dan senjata tajam lainnya mereka berbondong-bondong menyusul si Hero. Pada saat mereka bersua satu sama lain, Hero terkejut dengan segerombolan orang yang banyak itu. Mereka langsung berteriak, “jadi ini ya si jagoan itu?!”. “ ada apa ini”, tanya Hero. “jangan pura-pura kamu bangsat! Kami berani-beraninya membunuh sapi kami hingga warnanya berupa menjadi biru. Kamu mau pamer ilmu saktimu itu?!”. “ Tidak ada maksud saya untuk melakukan hal seperti itu”, Hero menjelaskan. Dia memberitahu mereka yang sebenarya. Mereka tidak percaya dan mulai menyerang. “kalian tidak boleh menghakimiku dengan tidak adil seperti ini”, dia memperingatkan. Belum dihabiskanya satu kalimat kedua dia tiba-tiba sudah diserang dari belakang dengan Tombak. “sek…puk…”. Tombak dan peda mengenai punggungnya tapi tidak sampai melukainya. Karena tak seorangpun mau mendengarnya akhirnya dia kehilangan kesabaran. Satu persatu dilawannya. Hampir semua lelaki dewasa dikampung itu yang datang hendak membunuhnya mati di tangannya.
2. Hero Timporok pada awal kedatangannya di Mawale (kemudian disebut Tondei) pernah menghadapi suatu peristiwa yang cukup pelik. Banyak orang Mongondow yang masih mau untuk mempertahankan wilayah sekitar Mawale ini karena orang Mongondow merasa bahwa ini adalah tanah mereka. Pada suatu saat ketika sudah ditetapkan bahwa Wilayah Mawale dan sekitarnya sebagai tempat pemukiman baru/kampung, maka mulailah menetap Kelompok orang di antaranya Daniel Muntu-untu, Mogogibung, Jusof Wongkar, dan Hero Timporok (ada sumber yang mengatakan bahwa bukan Hero tapi ayah darinya). Orang Mongondow tetap datang ke wilayah ini. Makanya tak heran kalau kadang-kadang saat anak-anak mereka sedang mengambil air nira tiba-tiba mau dijahati oleh orang Mongondow. Segeralah ayah-ayah mereka datang menolong mereka. Mereka dinamakan Hoga atau Mamu’is. Biasayan menculik dan mengambil kepala orang.
Menurut pemberitahuan burung wala untuk menjadikan mawale sebagai kampung, ada yang harus ditumbalkan atau rages. Pada suatu ketika kepada Yusof diberitahukan melalui burung bahwa pada jam 9 sudah ada yang harus ditombalkan. Mereka mencari-cari tapi tak ada. Ingatlah mereka kepada seorang berinisial M yang bertugas sebagai juru masak. Mereka segera menuju ke sabua/terung untuk segera menyembelihnya. Namun dalam perjalanan mereka bertemu dengan seekor ular piton /patola yang sangat besar. Mereka membunuh dengan senjata pepetur. Mereka menyuruh M untuk membawa ular yang sudah dibunuh itu sambil mengatakan “e kalo ca ro’na mindo kepe. Aling. Co eta karu ya rinages wo’o”, jangan dibawah dengan lelah, karena sebenarnya kamulah yang akan ditumbalkan. Tahulah si M bahwa sebenarnya dia yang menjadi tumbal. Ular dibawa ke rumah pertama.
Kepala dan ekor. Madumi. Tempat ular ditanam di sekitar halaman belakang rumah bujung.
Kapitu.sorong ketuju batas. M ini sebenarnya orang Mongondow namun akhirnya mengikuti Jusof dan kawan2 karena takut dibunuh.
Kemudian beberapa waktu kemudian mereka menemui 2 orang Mongondow lain yang mencoba menganggu kebaradaan Yusof dan kawan-kawan di wilayah sekitar Mawale. Satu orang langsung dipotong telinganya kemudian si Hero berkata,”pulang kamu sana. Jangan pernah kembali kesini”. Tetapi yang satunya lagi cukup sulit untuk diusir pulang. Dia sangat pandai berkelahi. Mereka berkelahi sudah hampir 1 hari. Kemudian si Hero memberikan (selewir rokok) sebatang rokok di ujung parangnya kepada si Mongondow. Sportivitas atau strategi mencari kelemahan/licik. Dari situlah ketahuan ternyata letak kelamahannya ada di telapak kakinya. Merekapun berkelahi lagi dari tanah sampai ke ujung-ujung pohon yang tinggi. Ditusuknya telapak kaki si Mongondow dan jatuhlah ia dan memohon untuk dikasihani.
3. Menjelang kematianya, dia berpesan bahwa tak satupun dari anak-anak atau cucunya yang boleh mengambil “wentel” atau jimat yang dia punya. Sebab, itu tidak diminta dari orang lain melainkan itu datang sendiri padanya tanpa diminta. Hero mati dalam keadaan yang sangat tenang. Tidak dalam keadaan sakit atau susah. Dia mati sewaktu tidur. Tapi dia sudah berpesan bahwa ajalnya akan segera tiba.Setelah dia mati, anaknya perempuan yang bernama Sali menyuruh seseorang untuk mencari saudara laki-lakinya yang bernama Alek dan beberapa keluarga dan tetangga yang bermukim di pegunungan di sekitar. Kematiannya juga dikawali oleh banyak tentara permesta. Banyak yang melayat untuk melihat orang yang semasa hidupnya banyak membantu orang, khususnya melengkapi mereka dengan jimat untuk melindungi mereka dari bahaya.
4. Pernah ada tentara permesta datang kepada Hero Timporok untuk meminta jimat kebal. Dia datang dengan beberapa anak buah. Juga membawa serta seorang wanita cantik. Dialognya:
Tantara : tetek kita mo minta pegangan. Kita mo minta yang boleh beking kita kabal. Biar dorang tembak ndak mo mempan. Kalu tu laeng-laeng. Sudah jo.
Hero : So ndak guna ngana mo minta itu.
Tentara : Oh kyapa bagitu. Tetek re’e tu Tuhan.
Hero : Ng mo korban di medan perang. Soalnya tu perempuan yang ngana bawa ini so perempuan ka brapa. Jadi ngana mo mati karena depe pantangan itu.
Tentara : Jadi tetek ndak mo kase dang. Kalu bagitu kita smo tembak pa tetek.
Hero : Oh ngana mo tembak pa kita dang. Coba kamari kalu ngana laki-laki. Tembak kamari di mulu (sambil membuka lebar-lebar mulutnya).
Tentara berdiri dan mengeluarkan pistol dan hendak menembak tapi senjata menjadi macet dan tak mengeluarkan bunyi dan peluru. Si tentara pulang tak bersyarat.
5. Pernah juga datang seorang tentara lain. Dia meminta wentel. Dia membawa hadiah:pakaian, makanan dan uang. Pakaian yang bagus. Hero tak pernah memintanya. Pada saat dia melihat uang yang bergambar Sukarno dia mengatakan bahwa orang dalam gambar itu adalah pemimpin besar. Si tentara mengatakan sebaiknya dia tidak menunjukkan keberpihakan karena permesta tidak akan senang. Apalagi dia adalah seorang muslim. Hero mengatakan bahwa walaupun demikian tapi dia adalah pemimpin yang besar sehingga dia senang dengan orang itu.
6.



3. Songkok
Ada dua orang pemuda yang berprofesi sebagai petani gula. Mereka kadang-kadang saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas masing-masing apabila ada di antara mereka yang menyelesaikan pekerjaan lebih dulu.
Suatu hari terjadi: salah satu dari penghasilan kedua pemuda itu mulai berkurang. Air nira yang dihasilkan dari pohon enaunya mulai menyusut. Timbullah rasa irih. Dia berencana untuk tidak meminum lagi air niranya. Namun air nira temannya. Setiap malam dia pergi ke pohon enau temannya dan meminum air nira. Ini menyebabkan air nira dari temannya juga berkurang. Lama-kelamaan pemuda ini mulai curiga.
Yang mengherankan lagi adalah ternyata pemuda yang meminum nira ini secara diam-diam adalah songkok. (Songkok adalah manusia yang kepalanya tercabut dari badannya ketika dia berubah wujud menjadi hantu. Konon dia suka makan kotoran ayam. Itulah sebabnya kadang-kadang orang melihatnya di pohon dimana ada ayam bertengger. Manusia hanya dapat melihatnya dalam rupa seperti bunga api yang menyemburkan api. Konon, semburan api itu sebenarnya adalah semburan darah karena kepalanya terlepas dari badannya).
Kejadian ini berlanjut selama beberapa hari. Ini menimbulkan kecurigaan dari temannya. Akhirnya suatu saat, dia mengkonsultasikan hal ini kepada orang pintar (dukun) di desanya. Disarankannya supaya sebaiknya dia mencari waktu untuk mengeceknya sendiri. Dia juga mengatakan supaya mencari duri-duri yang banyak untuk dililitkan di sekitar pusu dimana air nira diambil. Pesannya: durinya harus banyak.
Diputuskannya untuk mencari tahu dengan mengawasi selama satu malam pohon nira yang hasilnya makin berkurang itu. Seperti biasa dia pulang ke rumah bersama-sama dengan temannya yang sebenarnya adalah songkok itu. Tak lama di rumah dia langsung kembali ke kebun di sekitar pohon nira. Dia mencari tempat yang cocok dari mana dia bisa mengawasi siapa kira-kira yang mencuri air niranya. Namun hal itu tentu tidak diberitahukannya kepada temannya itu.
Lama dia menunggu, namun tak terjadi apa-apa. Akhirnya setelah jam menunjukkan kira-kira pukul 08.00 malam, sesuatu pemandangan aneh membuatnya penasaran. Dia dengan rasa penasaran mulai memperhatikan kumpulan lampu yang bergerak menyerupai kunang-kunang. Dari pengamatannya terlihat dia bergerak menaiki tangga dan berhenti tepat di sekitar “pusu”. Akhirnya dia menyimpulkan bahwa yang membuat air niranya berkurang adalah sejenis binatang yang menyerupai kunang-kunang (sejenis kumbang). Karena sudah lama dia tidak turun juga, akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke rumah untuk beristirahat-tidur.
Keesokkan harinya, seperti biasa dia menuju kebun untuk mengambil air niranya. Dia sempat mampir di rumah temannya. Tapi walaupun dia memanggilnya beberapa kali hasil nihil. Temannya tidak memberi sahutan. Tidak seperti biasanya. Setelah menunggu lama, akhirnya dia memutuskan untuk pergi tanpa temannya.
Dia memutuskan untuk mengambil air nira yang paling jauh. Pohon aren yang menghasilkan sedikit air nira diputuskannya untuk menjadi tujuan terkhirnya.
Hal yang sangat mencengangkan terjadi. Waktu itu hari mulai terang. Matahari sudah bersinar. Tak ada lagi yang tidak kelihatan. Dia sangat kaget ketika tiba di pohon terakhir. Dari bawah dia melihat temannya di atas nira tanpa badan hanya kepala dan isi perut. Tergantung di sekitar pusu. Isi perutnya tersangkut pada duri-duri yang terlilit di sekitar pusu. Temannya kelihatan menakutkan dan mengenaskan.
4. Mangindano
Di mawale tinggal beberapa orang untuk berkebun. Di daerah ini juga yang menjadi sasaran dari para mamu’is mencari kepala manusia. Orang menyebutnya sebagai orang Mangindano (Mindanau). Orang Filipina dulunya suka mencari budak di wilayah minahasa khususnya wilayah yang dekat pantai untuk m emudahkan mereka membawa ke kapal laut. Mawale (sekarang Tondei) adalah wilayah yang hanya berjarak kurang lebih 9 kilometer dari Pantai ongkau.

Ada suatu ketika di kampung mawale terdengar suara orang berteriak menjerit “indongi’I em pati ang cayu”. Teriakan ini merupakan pesan dari seorang lelaki yang sementara dibawa oleh sekelompok orang Mangindanow. Mereka juga disebut mamu’is. Mereka suka memotong kepala orang. Menculik orang dan dibawa ke Mindanau (Filipina).
Konon dulu ada orang yang berteriak sampai ke kampung-kampung dan meneriakkan bahwa barangsiapa kehilangan lenso/sapu tangan atau topi supaya tidak mencarinya lagi karena itu tandanya dia sudah diculik.

Sebenarnya di ujung kampung Tondei (Tondei Satu sekarang) ada sebuah batu yang menyerupai payung. Disitulah tempat dimana para tetua menggarikan bahwa tak satupun orang jahat bisa masuk ke dalam kampung. Sekarang batu itu sudah tidak ada. Sudah terkubur dalam tanah waktu dilaksanakan proyek pelebaran jalan dengan menggunakan alat besar seperti bulldozer dan loader atau escavator. Pengemudinya batu secara tiba-tiba setelah sebelumnya sakit segera setelah melaksakan tugas itu. Diperkirakan batu itu terkubur di tanah milik keluarga Lumowa Lumapow (John). Tempat itu disebut pinatikan.

KETURUNAN TETE MANDOR

SEJARAH KELUARGA SUAL DI TONDEI DAN PERKEMBANGANNYA

Kata Pengantar
Puji syukur kepada Opo Wananatas -Kasuruang Wangko yang telah memberikan hikmat kepada penulis untuk menulis sebuah buku sejarah yang di dalamnya menguraikan perjalanan kehidupan keluarga besar Sual.
Penulis yakin buku ini boleh ditulis karena bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih tak terhingga kepada mereka yang telah membantu memberikan keterangan dan mendorong penulisan buku ini sehingga boleh selesai dan ada di tangan pembaca. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Ayah (Lexy Sual) dan Ibu (Selvie Tombuku) yang banyak membagi pengetahuan mereka tentang silsilah keluarga serta adik (Iswadi Sual) yang selalu menjadi teman diskusi, rela mendengarkan penulis saat menyampaikan sesuatu, walaupun hanya untuk sekedar mengeluarkan rasa sumpek dalam hati dan pikiran.
Mungkin buku ini bisa menjadi media bagi para keturunannya untuk dapat berhubungan dengan para leluhur yang telah lama kembali ke tangan Amang Kasuruan. Sehingga masalah krisis identitas boleh tercarikan solusinya.
Kiranya hal-hal negatif yang sudah dilakukan oleh para leluhur dapat dihindari sehingga kita tidak mengulangi kesalahan yang sama, dan kiranya hal positif yang dilakukan para apo-apo kita menjadi inspirasi bagi generasi Sual masa kini untuk berbuat lebih baik di hari-hari mendatang.

Tondei Satu, Agustus 2011
Penulis

Iswan Sual, S.S




Jejak Sumangkut-Krestian-Daniel Sual
A. Pendahuluan
Menurut penuturan dari para orang tua, seorang bermarga Sual yang pertama datang di tanah yang selanjutnya dinamakan Tondei adalah Krestian/Kristian (Chrestian/Christian?). Dia adalah seorang yang berasal dari desa Raanan Lama. Namun diduga, para leluhurnya berasal dari Pontak. Walaupun setelah ditelusuri dari slagbom1 keluarga Sual Pontak yang disusun oleh Bode Talumewo, tidak terdapat nama Krestian di dalamnya. Tapi itu tak berarti bahwa tidak benar dia tidak datang dari desa Pontak. Ada kekurang dalam slagbom itu.
Dari slagbom keluarga itu terdapat kemungkinan besar bahwa nama dia adalah salah satu dari yang tidak tertulis. Karena ada keterangan yang mendukung hal itu. Keterangan dari slagbom yang menyebutkan kata-kata ‘salah satu dari’, yang bisa disimpulkan bahwa dia mungkin adalah salah satu keturunan Sual dari desa Pontak yang tak dicatat. Ini mungkin sebagai akibat dari ketidaktahuan atau karena dilupakan oleh narasumber.
Kemungkinan lainnya adalah bahwa sebenarnya dia bukan anak kandung (hanya anak angkat). Atau, mungkin, keterkaitannya dengan Sumangkut bisa menunjukkan bahwa ayah biologisnya bermarga Sumangkut, namun dia tidak menikahi ibunya, maka Krestian menggunakan marga Sual dari ibunya. Hal ini adalah lazim dalam masyarakat Minahasa ketika seorang wanita tidak dinikahi oleh orang yang telah membuat si wanita ini menjadi berbadan dua.
Dari keterangan Yan Sual (yang dituturkan langsung oleh Tomas-ayahnya) Krestian mengganti namanya sebanyak tiga kali. Sebelum dibaptis (dikristenkan) dia bernama Sumangkut dan kemudian berubah menjadi Krestian. Setelah dibaptis dia diberi nama Daniel.
Orang tua penulis menguraikan bahwa antara orang bermarga Sual dan Sumangkut, yang ada di Tondei, memiliki hubungan darah. Maka, tidak boleh terjadi perkawinan antara dua orang yang bermarga tersebut. Bahkan menurut informasi, pada saat dilaksanakan acara maweru ni ubat2, ada beberapa orang yang bermarga Sumangkut di Tondei yang diwajibkan (atau diberikan hak istimewa) untuk menerima sesuatu yang diberikan oleh pemimpin upacara adat tersebut. Dan umumnya, yang menjadi orang-orang kunci dalam acara demikian adalah orang merupakan keturunan Krestian Sual yang masih mempercayai nilai-nilai mistis sekaligus religi warisan leluhur.
Keterkaitan dengan Sumangkut, bisa juga diperoleh dari slagbom yang dibuat oleh Bode Talumewo. Ditemukan bahwa istri dari Dotu Sual3 bernama Sumangkut Ratu. Karena kedekatan darah ini antara dua insan yang bermarga Sual dan Sumangkut tidak diijinkan untuk menikah. Sehingga secara kiasan terucap kalimat “ca ro’na mamuali co kemaweng sia. Seme’da em re’e kawok ambale”. Mungkin Krestian adalah anak dari Dotu5 Sual anak dari Dotu Sondakh yang disebut juga Lolombulan4 yang memperistri Reget. Krestian waktu bekerja sebagai mandor, dahulunya tinggal di Raanan Lama yang kemudian menetap hingga meninggal di Tondei. Tanda-tanda bahwa dia sempat menjadi Kristen adalah bahwa saat menjelang ajal Krestian mengucapkan “Reme’bam em be’tes”.
Banyak yang menyebutkan bahwa Krestian Sual adalah salah satu dari rombongan3 Daniel Muntuuntu untuk datang tumondei4 area yang akhirnya menjadi desa Tondei kemudian. Selain itu, ada keterangan tertulis dalam prasasti yang disematkan pada tugu, yang oleh mantan hukum Tua desa Tondei Dua, Lex. S. Wongkar5, disebut tugu tani.
Krestian Sual pernah menjadi seorang mandor (pengawas) di perkebunan karet milik pemerintah Belanda di area yang kemudian menjadi desa Tiniawangko5. Dia menjadi seorang mandor di perkebunan itu bukanlah tidak beralasan. Konon, kesaktian wentelnya6 yang terkenal, yang membuat orang Belanda mengangkat dia mendapat pekerjaan tersebut. Dotu Krestian pernah menjadi mandor di daerah yang yang disebut Tiniawangko dan Boyong Atas sekarang. Dia ditugaskan oleh Belanda untuk merombak Hutan. suatu waktu dia mendapat pesan dari burun manguni bahwa ada orang yang akan menjahatinya. ini membuat perasaannya tidak tenang. pagi-pagi benar sekawanan orang yang berasal dari Tombasian datang untuk membunuhnya. Dia mengingkatkan mereka bahwa adalah orang baik (Tou Lo’or aku. Seme’am ona kamo). Bukannya menjadi sadar mereka malah menjadi semakin berang. Dari sabua/terung dia langsung melompat ke tu’ur we’tes dan berdiri di atasnya serta menindihnya hingga masuk ke dalam tanah. Ini adalah peringatan untuk gerombolan jahat itu, namun mereka dengan beringasnya semakin menjadi, sampai Krestian mengambil sirih dan mematahkannya menjadi dua bagian. Bagian yang satu langsung menjadi pisau yang langsung mengejar para orang Tombasian yang jahat itu.

B. Keturunan Krestian7
Krestian menikah dengan seorang wanita bermarga Gerung . Dari perkawingan tersebut diperoleh tujuh orang anak. Lima orang diantKanya adalah lelaki. Hanya dua orang anak yang perempuan. Nama-nama anak lelaki adalah Pilipus, Saul8, Tertius Tomas dan Demas. Sedangkan nama-nama anak perempuan adalah Romasa, Tambene dan Maruang. Setelah istrinya yang bermarga Gerung meninggal dunia, Krestian memperistrikan seorang wanita yang bermarga Poluakan. Namun, tak dikaruniakan anak dari hasil perkawinan itu.
1. Saul
Saul menikah dengan Anaci Bella dan memiliki 10 anak. Anak lelaki berjumlah 4 orang sedangkan anak perempuan berjumlah 6 orang.
Anak-anak lelaki adalah Hans9, Elias, Manuel10 dan Hendrik. Anak-anak perempuannya adalah Netje, Ana, Sana, Alce, Adelina, dan Agustina.
• Anak-anak Hans
Hans menikah dengan Stien Timporok (anak dari Hero Timporok11) dan memiliki 4 orang anak lelaki dan 1 orang anak perempuan. Anak-anak Hans adalah Lexy, Yonce, Fan, Hance dan Hoce.
Lexy, anak pertama, memperanakan, dari Aneke Lowing12 (perempuan keturunan sub suku Tondano/Tolour) anak mereka adalah Soni, Alfian, Artis dan Letni (anak perempuan). Dan dari Selvie Tombuku13 (anak dari Pdt. Philipus Petrus Tombuku14) anak-anak mereka adalah Iswan15, Irma dan Iswadi. Soni menikah dengan Ine Sondakh dan memiliki 2 orang anak. Anak perempuanya bernama Chreichen dan anak lelakinya bernama Reigen. Alfian meninggal saat masih sangat kecil. Artis menikah dengan Imelda Waworuntu (seorang perempuan Tondano-Tataaran 2) dan sejauh ini memperoleh 3 orang anak; Cindy, Delon dan Selomita. Letni dinikahi oleh seorang lelaki Bermarga Waworuntu dan memiliki 3 orang anak: Gerry, Radcliff dan Inri. Irma dinikahi oleh Jems Muntuuntu dan sejauh ini sudah memiliki seorang anak perempuan bernama Queenta.
Yonce menikah dengan Helce Merentek dan memperoleh 5 orang anak. Anak lelaki berjumlah 2 orang dan perempuan adalah 3. Anak-anak lelaki Yonce adalah Deni dan Frengki. Anak-anak perempuannya adalah Yane, Frintje dan seorang lagi yang meninggal di usia yang masih kanak-kanak bernama Meri. Deni menikah dengan Lefni Kumayas dan memperoleh 2 orang anak. 1 orang anak lelaki bernama Nitrisno dan 1 orang perempuan bernama Meilania. Frengki Menikah dengan Melsye Wongkar dan miliki 3 orang anak lelaki: Fremel, Kristo dan Kencun. Yane dinikahi oleh Jondek Bella memiliki 3 orang anak: 1 lelaki Fiki dan 2 orang perempuan bernama Friska dan Fista. Frince dinikahi oleh seorang pria Polce Bella dari Raanan Lama dan memiliki 2 orang anak lelaki bernama Junaidi dan Fladi.
Fan menikah dengan Desye Sondakh dan memiliki 2 orang anak lelaki: Fendi dan Eden. Fan kemudian hidup dengan seorang wanita lain bernama Elsye Limpele. Fendi menikah dengan Deibi Lamia perempuan Ongkau dan memiliki anak bernama….. Eden menikahi seorang perempuan Linda Liando dari Toyopon.
Hance menikah dengan Yangsye (Pitong) Kumayas dan memiliki 3 orang anak. 2 anak lelaki dan 1 orang anak perempuan. Anak lelaki yang pertama meninggal dunia karena tenggelam di telaga. Anak lelaki lainnya bernama Kalfin (Calfin?). Anak perempuan bernama Novita dan telah dinikahi oleh lelaki Ongkau bernama Mario Mandagi dan memiliki anak Mattew.
Hoce dinikahi oleh Yoce Lumapow dan memiliki 2 anak lelaki 2 anak perempuan. Anak lelakinya bernama Harce dan Hesri. Anak perempuannya bernama Syul dan Hesti. Syul dinikahi oleh Donal Sondakh dan memiliki 2 orang anak lelaki: Resa dan… Hesti dinikahi oleh Daniel Sumangkut dan memiliki 2 anak lelaki bernama Kesya dan Keren. Harce menikah dengan Meilan Wongkar dan memiliki …anak.
• Anak-anak Elias
Elias menikah dengan Mahrit Lumowa dan memiliki 1 orang anak lelaki dan 3 perempuan. Anak-anak Elias: Feri, Noni, Frince dan Ketty. Feri menikahi Yetti Lumapow dan memperoleh 2 anak lelaki dan 1 orang anak perempuan. Anak-anak lelaki bernama Rifon dan Frengki. Anak perempuan bernama Rilly. Rifon menikah dengan Hesty Tombuku18 dan memperoleh 1 orang anak lelaki bernama Aprilino dan 1 orang anak perempuan bernama Gloria. Frengki menikah dengan Inggrit Pelle dan memperoleh 1 anak lelaki bernama Refangli. Rilly dinikahi oleh Yani Rangian (Pria Tinoor) dan memperoleh seorang anak perempuan bernama Debora. Rilly memiliki juga anak lelaki yang diberi nama Jastin Rangian.
Noni dinikahi oleh Manuel (Man) Tamba dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Refli dan 2 orang anak perempuan yang bernama Sherli dan Helly. Refli menikahi Kartrin Lumenta dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Kamang dan 2 anak perempuan bernama Karisma dan Injilia. Sherli dinikahi oleh Luki Legi dan memperoleh 2 anak lelaki yang bernama Hendy dan Rama. Heli dinikahi Mester Kawengian dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Harun dan anak perempuan bernama Kristina (Christina?).
Frince dinikahi oleh Feri Tamba dan memperoleh 2 anak lelaki bernama Feliks dan Fenli (Be). Feliks menikahi Ferra Bella dan memiliki 2 anak perempuan bernama Felisia dan Fegri.
Ketty dinikahi oleh Hengky Lonteng (pria Wakan) dan memperoleh 3 anak perempuan: Hesti, Maria dan Hutri. Hesti dinikahi oleh Sian Sondakh dan sudah memperoleh 2 anak perempuan yang bernama Refalina dan Chritin.
• Anak-anak Manuel
Manuel menikah dengan Maria Ngion dan seorang wanita dari Motoling yang bermarga Detje Rambi. Dari istri yang bermarga Ngion, mereka memiliki …..anak lelaki dan ….anak perempuan. Sedangkan dari istri bermarga Rambe tidak diperoleh keturunan.
Anak-anak Manuel adalah Lodi, Line, Leidi, Norma, Nona, Belly dan Elri.
Lodi menikahi Hertje Wongkar dan memiliki seorang anak lelaki bernama Fernando dan seorang anak perempuan bernama Rini. Rini dinikahi oleh Steven (Epong) Lumenta dan memiliki 2 anak lelaki Alki dan Agung.
Lineke dinikahi pria dari Pontak bermarga Lumenta dan memperoleh 2 anak perempuan bernama Mayasari dan Deavita.
Laddy dinikahi pria bermarga Giroth dan memiliki seorang anak lelaki bernama Bimasakti dan seorang anak perempuan bernama Rimasari.
Norma (Polwan) dinikahi Yan Lasabung (anggota TNI).
Billy menikahi seorang wanita bermarga Sondakh dan memiliki seorang anak perempuan bernama Melisa.
Elri menikahi Masye Pongantung dan memperoleh seorang anak perempuan bernama Sayla.
• Anak-Anak Hendrik
Hendrik menikah dengan Mili Kawengian dan memiliki seorang anak laki-laki dan 4 orang anak perempuan. Anak-anak Hendrik yang lelaki adalah Frengky20. Sedangkan anak perempuannya adalah Frida, Ellen, Emin dan Frintje.
Frengki menikahi Novke Sumangkut dan memperoleh seorang anak lelaki bernama…..dan 2 anak perempuan bernama…..
Frida dinikahi oleh seorang keturunan Tionghoa Amurang dan memperoleh seorang anak lelaki bernama….26 dan perempuan bernama…..
Ellen dinikahi oleh Feri (Kalo) Sengkey27 dan memperoleh 2 anak lelaki bernama Ebit dan Daud dan seorang anak perempuan bernama Ane. Ebit menikahi….dan memperoleh …. Ane dinikahi oleh Fiko Wowor.
Frintje dinikahi oleh pria Amurang dan memiliki anak perempuan bernama….
Emin dinikahi oleh Soni Tombei dan memperoleh 3 anak lelak bernama Steven, Syomi dan…… Steven menikahi….

• Anak-Anak Agustina
Agustina dinikahi oleh Yohanis Onibala21 dan memperoleh 3 anak lelaki yang bernama Nikson, Steven dan Donald dan perempuan bernama Sri dan Greis (Grace?).
Nikson menikah dengan Youla Pongantung (perempuan Motoling) dan memperoleh 1 anak lelaki bernama Clinton dan perempuan bernama Enjel.
Steven menikah pula dengan perempuan Motoling dan memiliki seorang anak lelaki yang bernama Topan dan perempuan bernama Putri.
Donal menikahi Rini Kawengian dan memperoleh seorang perempuan bernama Nadia.
Sri dinikahi oleh Jeni Legi (lelaki Wanga) dan memperole seorang anak lelaki bernama Brayen (Brian?) dan perempuan bernama Rini.
Grace dinikahi oleh Harli Sumangkut dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Klif (Cliff?), dan 2 anak perempuan dengan nama Tiffany dan Lady.
• Anak-anak Netje
Netje dinikahi oleh Wem Lumapow dan memperoleh 2 orang anak lelaki Weni dan Yodi dan anak perempuan adalah Mety, Helmi, Aneke, dan Jein.
Weni menikahi Nona Lumenta dan memperoleh anak perempuan bernama Lenda. Nona memiliki seorang anak bernama Luki Lumapow25. Weni memperisti lagi dengan perempuan Modoinding.
Yodi menikahi Fian Umboh dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Marsel.
Mety dinikahi oleh Ot Lumowa dan memperoleh seorang anak lelaki yang bernama Doni dan perempuan bernama Edvie. Doni menikahi Mersi Merentek dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Timoti. Edvie dinikahi oleh Berry Yacob dan memperoleh seorang anak lelaki bernama…. dan seorang anak perempuan bernama Titi.
Helmi dinikahi oleh seorang pria Wanga dan memperoleh anak lelaki bernama…..
Jein dinikahi oleh Ever kumayas25 dan memperoleh seorang anak bernama Gita Lumapow.
• Anak-anak Adelina
Adelina dinikahi oleh Yan Lumapow dan memperoleh 3 anak lelaki yang bernama Jeni dan Jufri, Stevi serta anak perempuan bernama Ane.
Jeni menikah dengan Mersi Yakob22 dan memperoleh 2 anak lelaki yang bernama Andre dan Rene.
Jufri menikah dengan …..
Stevi menikah dengan …dan memperoleh 1 anak lelaki bernama Kifli dan anak perempuan bernama….
Ane dinikahi Jef Lowing23 dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Rian (sudah menikah dengan Sondakh) dan Winda dan dinikahi oleh Karongkong. Ane kemudian dinikahi oleh Modi Lumowa dan mendapat seorang anak lelaki yang bernama…..dan seorang anak perempuan bernama Angel.
• Anak-Anak Alce
Alce dinikahi oleh Yangseng Sengkey dan memperoleh 4 anak lelaki yang bernama Adri, Obrin, Rifo dan Kiko serta 1 anak perempuan bernama Desye.
Adri menikahi Helly Paat dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Yanli.
Obrin menikahi Sepni Lumowa dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Diego dan seorang anak perempuan bernama Intan/Debora.
Rifo menikahi ….(…) dan memperoleh 2 anak perempuan yang bernama Menjelita dan…..
Kiko menikah Melfi Lumempow.
Desye dinikahi oleh Adri Lumapow (Pria Wanga).
• Anak-anak Blandina
Blandina dinikahi oleh Yulian Tamba dan memperoleh 4 anak lelaki yang bernama Jeri, Yosi, Dike dan Tomo serta anak perempuan yang bernama Yane, Ester, Fike, Fian dan Linda.
Jeri menikahi Selfi Lumapow dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Yerfi dan perempuan bernama Sendra.
Dike menikahi Neva Sengkey dan memperoleh 3 anak perempuan yang bernama Julindi, Givanaria dan Silvana.
Tomo menikahi Betje Gerung dan memperoleh 2 orang anak perempuan yang bernama Marsela dan….
Ester dinikahi oleh Boy Momongan dan memperoleh 3 anak lelaki bernama Fidel, Brayen dan …..
Fike24 dinikahi oleh ….dan memperoleh...anak lelaki.
Linda dinikahi oleh Serif Limpele dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Fernando. Linda juga memiliki seorang anak perempuan bernama Liva Tamba.
• Anak-anak Susana
Susana dinikahi oleh Manopo dan memperoleh 3 anak lelaki dan 3 anak perempuan. Nama anak-anak lelaki adalah Andri, Fani dan Hariato. Nama anak-anak perempuan adalah Marci, Ana dan Yurni.
Andri menikahi Yetty Piri dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Jendri. Fani menikahi seorang….dan memperoleh anak.
Marci dinikahi Serfi Sengkey dan memperoleh anak Lelaki bernama Tomi dan 2 anak perempuan bernama Sherli (Pitong) dan Polan. Tomi menikahi Salma Timporok dan memiliki seorang anak perempuan yang bernama Injilia Sengkey yang dinikahi oleh Mamangkey dan memperoleh anak ….bernama…... Sherli dinikahi oleh John Mundung (Pria Koreng) dan seorang anak lelaki bernama Hiskia dan 2 anak perempuan bernama Selin dan Ana. Polan dinikahi oleh…..
Lena dinikahi oleh Jams Mogogibung dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Charles dan 2 anak perempuan bernama Jelly dan Jeila. Jelly dinikahi oleh Stenli Sengkey dan memperoleh seorang anak lelaki bernama….dan seorang anak perempuan bernama….. Jeila dinikahi oleh Adis Lumapow dan memperoleh seorang anak lelaki bernama…..dan seorang anak perempuan bernama…
2. Keturunan Philipus (Pilep)
Philipus (Pilep)-jatuh dari seho dan mati di Ongkau-menikahi warga Ongkau bermarga Rasu dan memperoleh anak yang bernama Ine dan Lili. dan memperoleh anak: Anis, John dan Frets.
Anak-anak Anis
Anis menikah dengan Dodi Timporok dan memperoleh 3 anak lelaki-Yunus, Yun, Yopi dan Yulce dan menikahi Koki Mamesah dan memiliki anak bernama Maksi,…., Dol dan Noldi. ,
Yunus menikahi Marie Merentek dan memiliki anak lelaki bernama Royke, Beni, Steven, Sherli. Royke menikahi Sondakh.
Yun menikahi….Tiniawangko
Yopi5 menikahi Lusye Sondakh dan memiliki …anak
Anak-anak John
John menikahi Tambuwun dari Ongkau dan memiliki 2 anak lelaki bernama Piter dan Pilep dan seorang anak bernama Angsi.
Piter menikahi Onang Mamesah dan memiliki 2 orang anak lelaki bernama Alri dan Odi dan Jems dan 2 anak perempuan bernama Ester dan Hana. Jems menikahi Sondakh…. dan memiliki anak lelaki… Ester dinikahi oleh Adri Lampus dan memiliki 2 anak lelaki bernama Arter dan Dafrids. Hana dinikahi Kodongan dan memiliki…
Angsi dinikahi oleh Yulian Sengkey.
Anak-anak Frets
Frets menikah dengan Ester Lumenta memperoleh Andries dengan Obrien.
Andries menikahi Piri dan memili 3 anak lelaki bernama Esra,…., dan Fanli.
Obrin menikahi …..dan memiliki seorang anak lelaki bernama Frencis Sual dan seorang anak perempuan bernama Oliv.
Anak-anak Yuli
Yuli dinikahi orang Amurang.

3. Keturunan Tertius
Tertius menikah dengan…… Kolantung dan Sofiana Tamba dan memperoleh……..anak. Dari Kolantung antara lain Adam. Dari Sofia: Len, Lan, Luther, Dani, No, Netje, Betje, Yeti, Yoni.
Anak-anak Adam
Adam menikah dengan Eneng Mamesah dan memperoleh anak; Hain, Alce, Yangs, Femi, Marten, Wempi, Vien, Frans, Frengky.
Hain menikah dengan Yuli Kawengian dan memiliki 3 orang anak lelaki bernama Frengky, Jems dan Rofki. Frengky menikahi Voni Ompi dan memiliki seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan. Jems menikahi Ike Kumayas dan memiliki seorang anak lelaki bernama Hiskia dan 2 orang anak perempuan. Rofki menikahi Irma Wotulo dan memiliki seorang anak lelaki bernama Fernando dan seorang anak perempuan bernama Iva Sual.
Frans menikahi Deli Wongkar dan memiliki 2 anak perempuan bernama Deivi dan Ribka. Deivi dinikahi oleh Kiki Sengkey dan memiliki seorang anak lelaki Fiki. Ribka dinikahi oleh Aldi Piri dan memiliki seorang anak perempuan bernama…..
Alce menikah dengan Durand.
Yangs menikah dengan Stien Oping: Lefki, Sofren,.
Femi dinikahi oleh Karel Limpele. Anaknya menikah dengan….wongkar.
Marten menikah dengan Mien Lumapow, anak Lefki menikah dengan Sherli Pinasang dan memiliki anak lelaki bernama Refakli dan …..
Wempi menikah dengan ….Sondakh memperoleh anak perempuan.
Vien dinikahi oleh Jopie Oping; anak: Sofiane dinikahi oleh Tedi Pondaag dan memiliki anak lelaki kembar yang bernama Stefanli dan Stefandi, Nova dinikahi oleh Lodi Sengkey dan memperoleh 2 anak lelaki bernama Fadli dan Valentino, Lily Oping dinikahi oleh Maikel Sumarau dan memperoleh 3 anak lelaki yang bernama Veidi, Marselino dan Peter, Deiby dinikahi oleh Kiki Wongkar dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Grandy.
Anak-Anak Len
Len dinikahi oleh Herman Mamesah dan memiliki anak….lelaki bernama Feki, Reike, Tomi, Jodi
Ana dinikahi oleh Yulian Loleng Wongkar16 dan memperoleh 4 anak lelaki yang bernama Lodi, Bobi, Boy, Donald dan seorang anak perempuan bernama Syul.
Lodi menikahi Dei Limpele dan memperoleh seorang anak lelaki yang Doni dan Meis. Dan menikahi lagi dengan …..dan memperoleh 2 anak lelaki yang bernama Donli, Renaldi dan seorang anak perempuan bernama Novelia. Roni menikahi….dan memperoleh…. Meiske dinikahi oleh…dan memperoleh…..anak. Donli menikahi Cindy Lumenta dan memperoleh …anak.
Bobi menikahi ….Lumowa dan memperoleh seorang anak lelaki bernama….
Boy menikahi ….dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Alan.
Donal menikahi… dan memperoleh …anak.
Syul dinikahi oleh Jef Bella dan memperoleh 2 orang anak lelaki bernama Rifki dan Alan.
Hendrik (tinggal di Tiniawangko),
Feki menikahi Lis Tambaani dan memperoleh 3 anak lelaki yang bernama Eli, Meiki, ….dan seorang anak perempuan bernama Jeine.
Reike manikah dengan Nelin Gerung dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Reza.
Nortje dinikahi oleh Fredi Lumowa yang memiliki anak 2 anak lelaki yang bernama Fian dan Leki dan seorang anak perempuan Mersi. Fian menikahi Deibi Mogogibung dan memiliki seorang anak lelaki bernama Figo dan seorang anak perempuan yang bernama Regina. Leki menikah dengan Deike Sondakh memiliki 2 anak lelaki ….dan….. Mersi dinikahi Heski Kawengian dan memiliki seorang anak perempuan bernama Priskila.
Edni dinikahi Abe dan memili seorang anak lelaki bernama Rulan. Edni juga memiliki seorang anak lelaki bernama Rifan Poluan. Rifan menikahi….. Rul menikahi
Jodi menikahi….dan memiliki 2 orang anak perempuan yang bernama.
Tomi menikahi …..dan memiliki seorang anak perempuan yang bernama Maria.
Anak-anak Lan
Lan menikahi Yudit Merentek dan memiliki 2 anak lelaki yang bernama Yustus (di Poigar) dan Jemi dan 2 anak perempuan bernama Novi dan Yetti. Dari Len Wotulo, istri kedua, memperoleh anak lelaki bernama Boy dan 2 orang perempuan bernama Del dan Fine.
Yustus menikahi ….dan memiliki seorang anak lelaki bernama Tisen (Tison).
Jemi menikah dengan ….dan memiliki 2 anak lelaki bernama Jufri dan…..dan 3 anak perempuan yang bernama Jeine,….dan…..
Boy menikahi…..dan memiliki seorang anak lelaki bernama John dan …..
Anak-anak Luther
Luther menikah dengan Mien Sengkey memperoleh anak: Masye/Marisa17 dan Olha (memiliki anak perempuan bernama Engrike Keintjem yang diadopsi oleh Keluarga Keintjem Sumangkut). Dari istri kedua, Unggu Kumayas memperoleh anak: Ane (dinikasi Hard Tiwa), Tein (meningkahi Balansa dan memperanak Meldi Trisno, Delko, Jufri alias Ito dan 2 anak perempuan lainnya.
Anak-anak Dani
Dani menikahi Mintje Lumapow (saudara perempuan Lora Lumapow) dan memiliki …anak. Anak lelaki; Robi, Johny, Royke, Jefry, Kiki dan Steven. Anak perempuan: Nining, Meini dan Olsye.
Robi dan Johny menikahi perempuan Picuan. Royke menikahi….dan memiliki seorang anak lelaki bernama…..dan seorang anak perempuan bernama…… Jefry menikahi…..dan memiliki 2 anak perempuan bernam Rivalia dan Feibi. Kiki menikahi ….Timporok dan memili 1 anak lelaki dan 2 anak perempuan. Steven menikahi Sherli Siwu. Nining dinikahi…..dan memiliki 1 orang anak lelaki. Nining juga memiliki seorang anak lelaki bernama Ridel Sual. Meini dinikahi…. Olsye dinikahi oleh ….Wongkar dan memiliki seorang anak lelaki Noldi dan seorang perempuan bernama…..
Anak-anak No
No menikahi Lora Lumapow dan memiliki satu anak angkat yang diberi nama Joli (adik dari Weliam Lumapow ) yang kemudian menikahi Syane Legi dan memperoleh 2 anak perempuan.Nama-nama anak mereka adalah Riane, Meri dan Rini. Riane dinikahi oleh Jonli Sondakh dan memperoleh seorang anak lelaki yang bernama Alfa. Meri meninggal sewaktu masih kecil.
Anak-anak Netje
Netje dinikahi oleh Tumbel Sondakh. Jolii, Voni, Selfi, Lefki, Ito, Vanda, Nita,. Voni dinikahi oleh Hanes dan memiliki seorang anak lelaki bernama Alfan dan 2 anak perempuan bernama Deiby dan….
Anak-anak Betje
Betje dinikahi oleh Yus Sengkey: Sil dinikahi oleh Max Liando. Adfie dinikahi oleh Wenas. Novke dinikahi Ambon. Edwin menikahi Tiniawangko.
Anak-anak Yeti
Yeti dinikahi oleh Suat Kumayas dan memiliki 2 orang anak yang bernama Ref dan Steven (Kalo). Dan anak perempuan bernama Hesye, Stangs dan Olvi. Refi menikahi Syane Sondakh dan memiliki 2 orang anak lelaki bernama Hengki dan Hesky dan seorang anak perempuan bernama Helmi. Kalo menikahi Olvi Tumanduk dan memiliki 2 anak perempuan. Hesye dinikahi Rentje Lumowa dan memiliki 4 anak lelaki bernama Herry, Yerti, Aldi, Hendi dan Olsye, Winda, Mimi.
Herry menikahi Meita Timporok dan memiliki seorang anak lelaki bernama Aldo dan seorang perempuan bernama Merri. Yerti menikahi Olan dan memiliki seorang anak lelaki bernama Rangga. Olsye dinikahi Kalo Piri dan memiliki 2 anak lelaki. Winda dinikahi oleh Living Pondaag.
Stangs dinikahi oleh Yance Sondakh dan memiliki seorang anak lelaki bernama Syalom dan 2 anak perempuan bernama Deisy dan Meivi. Deisy dinikahi oleh….
Kalo menikahi Tumanduk dan memiliki anak…
Anak-anak Yoni
Yoni meningkah Yulin Pondaag dan memiliki ….anak. Anak lelaki: Feri, Noli, Pit, Junaidi. Perempuan: Fera, Admie, Yurni. Noli menikahi Sherli Lendo dan memiliki seorang anak lelaki bernama Engli dan 2 anak perempuan bernama Christy dan Julita. Pit menikahi Yurni Malonda dan memiliki 3 anak lelaki. Junaidi menikahi ….. Fera menikahi Adri Tiwa dan memili …. Admi dinikahi Kumayas

4. Keturunan Tomas
Tomas menikah dengan Sengkey dan memperoleh 3 anak lelaki yang bernama Yan, Dani, Yosis, dan Yulian dan 2 anak perempuan bernama Neli, Rike dan Wel.
Anak-anak Yan
Yan menikah dengan Betty Bella dan memiliki 5 anak lelaki yang bernama Tomi, Riko, Jefri, Niki , Etom dan Steven dan 2 anak perempuan yang bernama Syul dan …..
Tomi menikah dengan Rin Lumapow dan memiliki seorang anak lelaki bernama Rinto dan Lenda. Anak lain dari Tomi bernama Dedi Tamba27. Jefri menikahi Deti Palapa dan memiliki 1 orang anak lelaki bernama Gabriel dan 2 anak perempuan bernama Hestia dan Fransis. Niki menikahi Pola Lowing28 memiliki seorang anak lelaki bernama Frayen dan 2 anak perempuan yang bernama Fraisy dan Florencia. Etom menikahi perempuan Gorontalo. Steven (kemudian diangkat anak oleh keluarga Manese Bella) menikahi Melda Mogogibung dan memiliki 3 anak perempuan Evana dan Novalia. Steven juga memiliki seorang anak perempuan bernama Moren Tendean yang beribukan Neti Sengkey. Syul dinikahi oleh Mel Lumapow dan memiliki 2 anak lelaki yang bernama Sendi dan Stiv. Teli dinikahi oleh Katno Lumenta dan memiliki seorang anak lelaki bernama Krisli dan perempuan bernama Claudia. Yetti dinikahi Deki Moningkey.
Anak-anak Dani
Dani menikahi Cina…..
Anak-anak Yosis
Yosis menikahi Meri Pondaag dan
Anak-anak Yulian
Yulian menikahi Mike Pelle dan memperoleh anak Voke, Deni, Temi dan Like.
Voke menikahi Dintje dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Vidi. Deni menikahi Gustine Mohi dan memperole Dodi dan Donal , Dona, Dalini, Della,Dalona. Temi menikahi ….Wongkar Meivel,
Anak-anak Rike
Rike dinikahi oleh Max Tamba.
Anak-anak Wel
Wel dinikahi oleh Andi Oping dan memperoleh Kato, Netje, Ritje, Jodi. Dinikahi oleh Erson Mononimbar dan memperoleh seorang anak.
Kato dinikahi oleh Yantje Mantik dan memperoleh 2 anak lelaki bernama Rul dan Harold dan seorang anak perempuan bernama Filma. Rul menikahi….. Harold menikahi Yolanda Karongkong dan memperoleh …anak. Filma dinikahi oleh Stenli Tambaani dan memperoleh..anak.
Sintje dinikahi Adri Pondaag dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Living dan 2 anak perempuan bernama…. Living menikahi Winda Lumowa dan memperoleh…..
1.1. Slagbom Keluarga Sual Bella (Saul)

5. Keturunan Demas (Tambun)
Demas menikah dengan perempuan bermarga Wotulo dan memperoleh 1 anak lelaki yang bernama Zeth dan perempuan Lince, Bita, Dien, Nona.
Anak-anak Zeth
Zeth menikahi Len Mandey dan memperoleh anak lelaki Feki, Jef, Boby, Rafi dan perempuan Syane, Vone, Polin, Greis (Grace?).
Feki menikahi Elsye Limpele dan memiliki anak lelaki Feliks, Lenda, Tineke. Feliks menikah dengan Sherli Tumanduk memperoleh 1 lelaki bernama….dan 2 perempuan bernama Faradila dan Stivanti. Lenda dinikahi oleh seorang warga Negara Taiwan. Lenda juga memiliki seorang anak yang bernama Swingli Sual19. Tineke dinikahi oleh Edwin Lumenta dan memperoleh anak perempuan bernama Intan.
Jef menikahi Freli Bella dan tidak memiliki anak.
Boby menikahi Sin Mogogibung dan memperoleh 2 anak perempuan bernama Naine dan…..
Rafi menikahi Vian Wotulo dan memperoleh 2 anak perempuan yang bernama…..dan….
Syane dinikahi oleh Lex. S. Wongkar27 dan tidak memiliki seorang anak.
Polin dinikahi Frengki Kessek dan memiliki 2 anak perempuan bernama Cinthya dan Criva
Anak-Anak Lince
Lince dinikahi oleh Endi Merentek dan memiliki 2 orang anak lelaki bernama Max dan Modi dan perempuan Yulin, Yeni, Yem dan Fitje.
Max menikahi Mintje Langi dan memili 3 anak lelaki bernama Tomi, John dan Dolfi. Tomi menikahi perempuan Gorontalo dan memiliki ….anak. Dolfie menikahi…..dan memiliki …anak.
Yulin dinikahi Marten Timporok dan memiliki seorang anak perempuan bernama Maria. Yulin juga mempunyai 2 anak lelaki bernama Sepli (Eli) dan Temi Merentek.
Yem dinikahi oleh Yun Wongkar dan memiliki seorang anak lelaki bernama Christian (Santo) dan seorang anak perempuan bernama Meidy. Meidy dinikahi oleh Yufron Lumapow.
Fitje dinikahi oleh Lip Wongkar dan memiliki 2 anak lelaki bernama Melky dan Charly dan 2 anak perempuan bernama Rahel dan Lisa. Melki menikahi perempuan Kotamobagu dan memiliki ….anak. Rahel dinikahi oleh Deni (Efri) Pirasa dan memiliki seorang anak lelaki bernama Theo dan seorang anak perempuan bernama Avril. Lisa dinikahi Yufron Piri. Lisa memiliki anak….
Anak-anak Bita
Bita dinikahi Areng Kumontoi dan memiliki 3 anak lelaki bernama Ferri, Welly, Ben, Yoce, Serfi dan Deike dan 3 perempuan bernama Mesye, Polin dan….
Feri menikahi Defke Sumanti dan memiliki 2 anak lelaki Luki dan Vijai. Luki menikahi Tumanduk.
Welly menikahi perempuan Tomohon dan memiliki …anak.
Ben menikahi …..dan memiliki anak lelaki bernama Geril.
Deike menikahi …Lumowa dan memiliki .
Mesye dinikahi Wempie Lamapow dan memiliki seorang anak lelaki bernama Frangky. Frangky menikah dengan Deivi Tombey dan memiliki seorang anak lelaki bernama Christian.
Polin dinikahi oleh Dol Sumanti dan memiliki 2 anak lelaki bernama Donald Ronal dan seorang anak perempuan bernama Ira. Ronal menikah dengan ….Limpele dan memiliki seorang anak.
….dinikahi oleh Mogogibung dan memiliki 2 anak lelaki bernama Idem, Herbi dan seorang anak perempuan bernama Imelda. Demsi menikahi Ketsia Repi dan memiliki…. Herbi menikahi Tamba dan memiliki… Imelda dinikahi oleh Steven Manese dan memiliki 2 anak perempuan bernama Evana dan Novalia.
Anak-anak Nona
Nona dinikahi oleh Alo Merentek dan memiliki anak lelaki bernama Jeng dan Sepli dan seorang anak perempuan bernama Unggu.
Anak-anak Dien
Dien dinikahi oleh Inder Sondakh3 dan memiliki 4 anak lelaki bernama Ari, Demer, Denan dan Semuel.
6. Keturunan Romasa
Romasa menikah dengan Dongke Timporok dan memperoleh…..anak. Binci, Yoce, Ampel,Yulin, Emil. Binci dinikahi oleh Alo Oping dan memperoleh anak perempuan yang bernama Heni dan Leni. Yoce menikahi Wongkar. Yulin dinikahi oleh Tekli (keturunan tionghoa).
1.2. Slagbom Keluarga Sual Bella (Saul)

7. Keturunan Maruang (Rence Sengkey dan Semuel Lumenta?)
Maruang menikah dengan ……Sengkey dan memperoleh…..anak. Antara lain Wem, Welem, Yan (umar sengkey), Yosefus, Gustina, Eri, Ros, Liana dan….(ibu H.B. Sondakh).
Anak-Anak Yuliana
Yuliana inikahi oleh Manuel Lumenta dan memiliki 3 anak lelaki bernama Semuel, Fredi dan Serfi. Semual menikahi Mien Paat dan memiliki 4 anak lelaki bernama Hengky, Teni, Boy, Liong dan Fiki serta 2 anak perempuan bernama Sherli dan Nita. Hengki menikahi perempuan Tiniawangko dan memiliki anak perempuan bernama Mouren. Teni menikahi ……Sondakh memiliki seorang anak lelaki bernama….dan seorang anak perempuan bernama Natasya. Boy menikahi Jein Bella dan memiliki seorang anak perempuan bernama….. Liong menikahi Fisma Sondakh dan memiliki 2 anak lelaki bernama….. dan…..
Anak-anak Ros
Ros dinikahi Manuel Lumenta dan memiliki anak Bernama Buang, Unggu
Anak-anak dari……Sengkey (Ayah Rentje Sengkey)
…..Sengkey menikahi ….Lumapow dan memperoleh anak lelaki antara lain Rentje dan Sartje.
Rentje yang menikahi Marin Tamba dan memperoleh ada lelaki bernama Refli, Fredi, Hengky dan Esra serta anak perempuan bernama Yangsye Stintje, Ester dan Nova. Refli menikahi perempuan Deti Tumigolung yang berasal dari Silian Tombatu dan memperoleh anak anak perempuan bernama Sindi. Fredi menikahi Helly Merentek-perempuan Tiniawangko dan memiliki ….anak. Hengky menikahi Helni Sumendap dan memiliki seorang anak bernama Jeki. Esra menikahi Eni perempuan Sangir dan memiliki seorang anak lelaki bernama…dan seorang anak perempuan. Yangsye dinikahi Yangs Wongkar dan memiliki seorang anak lelaki bernama Donal dan 2 anak perempuan bernama Liva danRifka. Donal menikahi….dan memperoleh anak bernama…. Liva dinikahi oleh…. dan memperoleh anak bernama…… Stintje dinikahi oleh Jeng Limpele dan memiliki 3 anak lelaki yang bernama Jeri, Jenli dan Melki dan seorang anak perempuan bernama Jeisi. Jeisi dinikahi oleh Ronal Sumanti dan memperoleh anak bernama…. Ester dinikahi oleh Ober Montolalu dan memperoleh anak bernama…. Nova dinikahi oleh Meidi Kontu dan memiliki anak perempuan bernama Misela.
Sartje dinikahi…Maringka dan memperoleh anak perempuan bernama Sepni. Sartje yang bernama Maksi Sengkey. Sepni dinikahi oleh Welson Sumangkut dan memperoleh 2 anak perempuan bernama Admi dan Jein. Admi dinikahi Harce Kawengian dan memperoleh 2 anak lelaki. Jein dinikahi oleh Kawengian
Anak-anak Wem
Wem menikahi Stien Tamba dan memperoleh Tommy (Tomsli),
Anak-anak Welem
Welem menikahi Len Lumempow dan memperoleh Yopi, Jefry , Rudi.
Anak-anak Yan
Yan menikahi Non Kawengian dan memperoleh anak lelaki bernama Umar dan perempuan ….
Umarmenikahi Rosye Legi dan memiliki 2 anak perempuan bernama Mega dan Ella.
Anak-anak Yosephus
Yosephus menikahi Ana Timporok dan memperoleh seorang anak bernama Tomi (Alo). Alo menikahi Mike Mantik (Langowan) dan memperoleh 2 anak lelaki yang bernama Steven dan Temi dan satu perempuan bernama Sandra.
Anak-anak Gustina
Gustina dinikahi Yon Lumapow dan memperoleh anak bernama Ana, …..menikahi Gerung dan memperoleh Freity dan ….
Anak-anak Eri
Eri dinikahi oleh Alo Merentek dan memperoleh Kurimoto, Fence, Yangs, Lodi, Feki, dan anak perempuan bernama Susi, Unggu, Eveline, Onang, Opi.
Anak-anak (Ibu H.B. Sondakh)
…….dinikahi oleh Hen Sondakh dan memiliki Yulian, Benhard (Bernad), Dintje, Herling (Along), Yel, Hengki, Rit.
Anak-anak Yulian
Yulian menikahi Non Tamba dan memiliki Ober, Den, Ferri, Rine.
Ober menikahi Siske dan memperoleh
Den menikahi …..dan memiliki seorang anak perempuan bernama
Ferri menikahi Fiane Gerung dan memiliki 3 anak lelaki bernama A, Yanli dan…..
Rine dinikahi oleh Elko Mogogibung dan memiliki 2 anak perempuan bernama Nancy dan Erika.
Anak-anak Bernad
Bernad menikahi Betti Mogogibung dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Hence dan …perempuan bernama Bet, Liske, Nining, dan…..

Hence menikahi….. dan memiliki anak.
Betti dinikahi oleh Yopi dan memiliki seorang anak lelaki Deo dan 2 anak perempuan bernama Vivii dan Liva.
Liske dinikahi oleh Otnie Tambaani dan memiliki 2 anak lelaki bernama Risky dan……
Nining dinikahi oleh Joy Mamesah dan memiliki seorang anak perempuan bernama….
….
Anak-anak Dintje
Dintje dinikahi oleh Loleng Kawengian dan memiliki 3 anak lelaki bernama Ari, Welly, Emil dan seorang anak perempuan bernama Emi.
Ari menikahi Pitong Tamba dan memiliki 2 anak perempuan bernama Silvana dan Jelly.
Welly menikahi Yanti Wongkar dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Christian dan 2 anak perempuan bernama Weity dan Pingly.
Emil menikahi Ester Sual
8. Keturunan Yudit
Yudit menikah dengan Tumbelaka. Tinggal di Amurang.

9. Keturunan Bella-Sual

Dinikahi oleh Tete satu mata

10. Keturunan Tombene
Tombene dinikahi oleh ….Kumayas. Kemudian dinikahi …..Wongkar dan memiliki 3 orang anak lelaki yang bernama Jidon, Elisa, Kumendong.
Jidon menikahi Lien Sondakh memiliki 4 lelaki yang bernama Lian, John, Dani, Marten. dan perempuan Deli, Marce, Neli.
Lian menikahi Lise dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Eli dan seorang anak perempuan bernama Sherli.
John menikahi Lisbet Elias dan memperoleh 2 anak lelaki bernama Ferlandi (Didi) dan Ope dan 2 anak perempuan bernama Monalisa dan Selfia.
Deli dinikahi oleh Bernard Kantu dan memperoleh
Marce dinikahi oleh Yantje Lumapow dan memperoleh seorang anak lelaki bernama Fentje dan Linda. Fentje menikahi ….dan memperoleh…. Linda dinikahi oleh …Kawengian dan memperoleh…..
Neli dinikahi oleh Hein Goni dan memperoleh seorang anak lelaki bernama…..dan seorang anak perempuan bernama Helly. Helly dinikahi oleh Iwan Bella dan memperoleh seorang….
1.3. Slagbom Keluarga Sual Bella (Saul)d


1Slagbom berasal dari Bahasa Belanda yang berarti silsilah keluarga
2 Ma’weru ni ubat (Tontemboan), secara etimologis berarti memperbaharui obat. Ma’weru ni ubat adalah upacara adat yang dilakukan oleh keluarga Sual. Ini penting dilakukan demi untuk kebaikan si pemegang ubat (jimat) dan orang lain. Biasanya dalam upacara ini ada orang yang akan kesurupan oleh roh leluhur, ada penyembuhan, pemberian sesajian dan ada juga acara makan bersama. Susunan acara:
• Pembukaan: doa kemudian semua wentel dikumpulkan di dalam piring yang ditutup dengan kain.
• Yang kemasukan akan berjalan menyuapi yang hadir secara satu per satu sebagai bentuk penghormatan.
• kalau ada jimat yang jahat dengan sendirinya akan disendirikan.
• Kemasukan: secara satu per satu para Reregesan akan merasuk. Ada pidato yang umumnya untuk mengingatkan supaya orang-orang hidup benar. (Nam ma’indo wiyo’o se maka wiyo’o). Palumpung=yang masih hidup. Reregesan= yang sudah meninggal.
• Makan
• Pengobatan sakit (altar call).

3Rombongan itu disebut rombongan para tonaas. Dalam prasasti yang ada di Tondei Dua tertulis ada empat orang yang adalah anggota rombongan yang disebutkan sebagai tonaas. Hanya empat orang yang disebut, Yusof Wongkar, Daniel Muntuuntu, Timporok (Ayah dari Hero Timporok, Tokoh yang legendaries semasa hidupnya), Sual (Krestian?).
4 Tumondei adalah bahasa tontemboan yang berarti mencari kembali. Istilah ini digunakan karena, area yang nantinya disebut desa tondei itu, sebenarnya sudah pernah ditinggali sebelumnya. Area itu disebut mawale. sekarang ini sudah mencari area perkebunan.
5 Tiniawangko ( bhs. Tolour) memiliki arti perut besar. Istilah menunjuk pada orang-orang Belanda yang menjadi pembesar di perkebunan karet yang umumnya berperut besar. Wilayah yang disebut sebagai tempatnya orang-orang yang berperut besar ini akhirnya menjadi satu perkampungan. Orang-orang gorontalo yang menjadi buruh kasar (dengan upah murah) dan orang-orang Minahasa yang menjadi pengawai rendah yang bermukim dengan maksud hanya sementara akhirnya menjadi penetap. Makanya tidak mengherankan apabila di Tiniawangko terdapat komunitas muslim keturunan Gorontalo.
6 Wentel berarti jimat. Kadang-kadang juga disebut paka-paka atau pokos-pokos. Sekarang ini juga wentel sering disebut opo-opo. Inilah salah satu bentuk penyimpangan makna. Wentel ini mengaju kepada benda. Sedangkan orang opo-opo (kadang-kadang opo diucapkan sebagai apo) merujuk kepada orang tua baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Orang-orang muda sekarang yang tak tahu sejarah Minahasa menyamakan apo/opo dengan setan. Inilah salah satu pengaruh stimatisasi orang Belanda sewaktu menjajah tanah.
7 Krestian adalah kakek buyut dari ayah penulis. Menikahi seorang janda yang bermarga Poluakan. Beliau adalah ayah tiri dari Drs. L. Bella- yang kelak menjadi seorang evangelis yang berpengaruh dan popular beberapa tahun kemudian. Perkebunan Kobio Ongkau dirombak oleh beliau. Tanah yang dirombak tersebut diwariskan oleh Krestian kepada anaknya yang bernama Pilep. Ada keterangan yang menyebutkan bahwa banyak tanah yang diambil secara paksa oleh Ruli Maringka mantan Kuntua.
8 Saul adalah kakek buyut dari penulis.
9 Hans adalah kakek dari penulis.
10 Manuel adalah seorang Sual pertama di Tondei yang menjadi guru. Menjadi tokoh masyarakat di Motoling dan meninggal di sana.
11 Hero Timporok adalah anak dari salah satu yang termasuk dalam rombongan Daniel Muntuuntu. Hero menjadi sangat terkenal di zamannya karena memiliki kekuatan gaib yang sangat sakti. Banyak orang termasuk para tentara permesta mendatanginya untuk meminta ilmu kekebalan supaya bisa selamat dalam perang. Sewaktu masih berumur belasan tahun dia pernah mati suri selama 9 hari. Dari kematiansurinya itu dia mendapat Kaul (yang nantinya, setelah peradaban makin maju, dia tahu itu adalah Alkitab-kitab suci orang Kristen.
12 Aneke Lowing adalah anak yang lahir di desa Tondei dari orang tua yang berasal dari desa Seretan, Tondano.
13 Selvie Tombuku, sebelumnya, pernah menikah dengan Hengky Lepa (warga dari desa Ongkau) dan memiliki seorang anak perempuan yang diberi marga Tombuku.
14 Philip Petrus Tombuku adalah seorang gembala atau pendeta yang mendirikan Gereja di Motoling. Tanah tempat dimana gereja didirikan adalah tanah warisan yang merupakan bagianya yang sebenarnya, hanya dipinjamkan untuk gereja Sidang Pantekosta “Filadelfia”. Sering, dulunya, disebut Pantekosta Zending.
15 Iswan Sual adalah keturunan Hans Sual yang pertama yang menjadi seorang sarjana. Sewaktu mahasiswa pernah menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Manado, ketua Ikatan Mahasiswa Unima Minahasa Selatana, ketua kerukunan Siswa Mahasiswa Tondei. Sekarang menjabat sebagai ketua pemudas GMIM jemaat “Bukit Moria’ Tondei Satu. Sekarang ini pula bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di SMP Kristen Tondei dan menjadi dosen di Universita Kristen Indonesia di Tomohon.
16 Yulian Loleng Wongkar adalah mantan seorang prajurit Permesta. Setelah masa damai dari perang, menjadi Hukum Tua Tondei (sebelum mekar) selama beberapa periode dan satu periode setelah dimekarkan.
17Masye/Marisa dibesarkan dan diadopsi oleh orang Belanda. Sekarang tinggal di Belanda.
18 Hesty Tombuku adalah anak dari Hengky Lepa dan Selvie Tombuku (ibu dari penulis).
19 Anak dari Lodi Sengkey
20 Frengky Sual adalah Hukum Tua Tondei Dua saat catatan sejarah ini dibuat.
21 Anis Onibala pernah menjadi guru di SD GMIM Tondei. Sekarang ini pula anaknya yang bernama Donal bekerja sekolah itu.
22 Orang tua Mersi Yacob dipanggil Opa dan Oma oleh penulis karena ada hubungan keluarga di pihak ibu penulis.
23 Jef Lowing adalah adik kandung Tineke Lowing-Istri pertama ayah penulis. Dia meninggal secara tragis karena meminum racun.
24 Luki Lumapow, konon, anak biologis Yulian Loleng Wongkar.
25 Ever Kumayas adalah adik dari istri Hance Sual
26 pernah menjadi calon legislatif di Minahasa Selatan.
di era kuntua sumangkut pernah diadakan pertandingan sepak bola antara Ongkau dan Tondei. Tondei yang bermain menyebabkan pemain Ongkau celaka karena bola ditendang ke buah kelapa di atas pohon menyebabkan buah jatuh. orang ongkau melaporkan ke Ruli Maringka (eks tentara Knil). menjadi ketua veteran. kuntua sumangkut yang ikut menonton pulang dan melaporkan kepada tertius dan hero. dia secara membabi buta memukul orang tondei. dan dia berencana membunuh orang orang tondei. Namun pada saat Tertius dan Hero turun ke Ongkau, Ruli langsung turun dari kuda menyungkurkan diri sampai ke tanah. Dia menyatakan bahwa dia takut menghadapi kedua orang itu. Hero langsung mengatakan “jangan pernah pukul orang Tondei. Kuti sekalipun jangan”. ini dituturkan oleh Hero kepada ayah penulis. Juga diperkuat oleh keterangan dari Alex Langkay yang pernah tinggal di Ongkau. Alex pernahmenjadi polisi yang sangat kecam sewaktu bertugas, terutama menghadapi, para anggota PKI.




Rujukan


Lumenta, m.f. 1989. Sekilas Sejarah Desa Pontak Dan Perkembangannya
Bujung, c.1988. Sejarah Desa Tondei.
Narasumber:
1. Yan Sual
2. Hans Sual
3. Lexy Sual
4. Syane Sual
5. Line Sual
6. Lex. S. Wongkar
7. Selvie Tombuku