Sabtu, 22 Mei 2010

TAK TAHAN AKU JAUHI DARIMU

Sebuah cerpen oleh
Iswan Sual, S.S

“ Lan, besok…mungkin aku sudah di Manado. Lamaranku diterima. Mulai besok aku sudah harus bekerja. Kamu tidak marah kan kalau untuk sementara kita harus berjauhan? Aku harus kerja. Menganggur itu tak baik. Aku tak mau jadi beban orangtuaku. Kamu tahu kan kalau sekarang aku sudah jadi seorang sarjana?”, kata Felix pada pacarnya dengan perasaan senang bercampur sedih.
Wulandari sedikitpun tak bersuara. Dia hanya diam sambil menatap wajah sang kekasih yang menyandarkan kepalanya di pangkuannya.
“ Aku janji akan mencari pekerjaan yang lebih baik dan tak jauh dari kota ini nanti. Aku juga tak ingin jauh darimu. Aku menyayangimu Wulan. Percayalah. Tapi…kepergianku besok belum pasti kok. Soalnya aku belum dapat uang untuk membiayai hidupku selama satu bulan ke depan sebelum ganjinya kuterima.”
Mendengar perkataan Feliks, mata Wulandari mulai berkedip pertanda bahwa dia bisa tenang untuk sementara. Wajahnya mulai berseri dan melemparkan senyuman kepada Felix dan ke seluruh sudut kamar kos, tempat Felix tinggal.
Menyadari hal itu, Felixpun memberi kecupan ke dahi dan bibir mulan beberapa kali.
***
Setelah berusaha keras meminjam uang, namun gagal, dari beberapa teman, akhirnya Feliks menyerah. Tak satupun temannya yang bisa dia pinjami uang. Maklum sekarang akhir bulan. Felixpun berkata dalam hatinya “ Mungkin belum waktunya aku jauh dari Wulan.”
Meskipun demikian, Felix pulang ke kosnya dengan perasaan puas karena usaha keras sudah dilaksanakan. Saat gembok kamar baru saja dilepaskannya, telpon berbunyi. “ Halo, kenapa Lan?”, tanya Felix dengan suara lembut dan wajah yang senyum.
“ Fel, aku bukannya tak mau kau bekerja. Bukannya aku menghalangimu supaya tidak membebani orang tuamu, tapi….sangat sulit kalau aku harus jauh dari kamu. Aku sudah mencoba mengerti dan bersikap biasa-biasa saja. tapi waktu teringat kamu tadi…aku pikir...aku harus memberitahu perasaanku yang sesungguhnya,” ungkap Wulandari dengan nada mengeluh dan memohon.
“ Lan, kamu tak usah kuatir. Besok aku batal meninggalkan Tondano. Tak satupun yang meminjamkanku uang. Mungkin Tuhan sengaja membiarkan ini terjadi karena kita berdua sama-sama belum siap dengan perpisahan ini…walaupun hanya sementara,” kata Felix santai sambil memandangi potret kekasihnya yang ditaruh di atas meja belajarnya.
“ Lho..benar nih? Aduh thanks God. Tapi bukan karena aku yang memaksa kamu kan?”, dengan senang Wulan langsung bertanya lagi.
Setelah percakapan lewat telepon itu, Felixpun menelpon ke Manado untuk memberitahukan bahwa dia belum bisa bekerja di sana karena terganjal oleh masalah keuangan. Pihak yang akan mempekerjakannyapun mengiyakan dan meminta supaya bisa mulai bekerja bulan berikutnya setelah perayaan Natal dan Tahun baru selesai.
Waktu berlalu begitu cepat. Felix dan Wulandari semakin lengket dan mesra. Mereka sudah saling janji untuk sehidup semati walaupun belum memutuskan untuk menikah secepatnya. Mereka sepakat pernikahan dilangsungkan 4 sampai 5 tahun lagi setelah Wulandari menyelesaikan kuliahnya di Universitas Negeri Manado.
***
Felix merayakan Natal di kampungnya bersama keluarga. Sedangkan Wulandari di Tondano bersama Opa dan Omanya. Juga adiknya. Mereka tak cukup bahagia karena jarak memisahkan mereka.
***
Pada perayaan tahun baru mereka sepakat untuk bersama-sama. Mereka pergi ke gereja bersama dan saling bertukar foto, surat dan kartu ucapan tentang harapan-harapan mereka berdua di tahun baru untuk hubungan spesial mereka. Cahaya-cahaya lampu di saat Natal dan Tahun baru terus melekat pada dalam benak sepasang kekasih ini. Mereka sangat bahagia karena mereka sudah berpacaran hampir mencapai 4 bulan.
***
Tepat pada tanggal 9 Januari 2006 Felix ditelpon oleh orang yang bakal menjadi bosnya supaya segera masuk kerja. Hari itu juga, setelah pamit pada Wulandari, dia berangkat menuju ke Manado. Selama perjalanan mereka saling mengirim sms untuk saling mengingatkan masing-masing supaya menjaga diri dan setia menjaga hubungan. Felix senang dengan pekerjaannya sebagai pengajar di lembaga pendidikan keterampilan yang bernama Max’s Learning Center-sebuah lembaga yang dimiliki oleh sepasang suami istri berdarah Kanada dan Tionghoa. Dia sudah senang dengan pekerjaan sejenis itu saat masih kuliah di Universitas Negeri Manado. Namun tetap saja harinya selalu gunda saat dia sendiri dan memikirkan Wulandari yang kini jauh dari pandangannya. Serasa baru sebentar dia membelai rambut, mencium bibir, dan memeluk tubuh Wulandari.
Perasaan cemburu yang berlebihan kadang muncul. Saat dia membayangkan kekasihnya yang cantik itu kalau-kalau didekati lelaki lain dan tergoda sampai menyukai mereka.
Sekarang Felix selalu menelpon Wulandari. Sebelumnya mereka hanya mengandalkan sms untuk saling bertanya kabar. Namun semua kini kadang-kadang pesan pendek melului HP tak cukup untuk mengobati rindu.
Sekali seminggu Felix pergi menjenguk Wulandari di Tondano untuk melepas rindu. Kamar kospun menjadi saksi perbuatan mereka yang mulai menanjak ke tahap kemesuman. Waktu yang hanya sehari pada akhir pekan membuat mereka berusaha sedapat mungkin menggunakannya dengan sebaik mungkin.
***
Tak jarang juga jarak yang memisahkan mereka menjadi sebab kesalahpahaman sulit diatasi. Komunikasi sulit terjalin dengan baik. Saat mereka sedang bertengkar perasaan marah dan kesal terasa sulit ditepis dan diatasi. Kadang-kadang terbesit kata dalam pikiran masing-masing untuk segera mengakhiri hubungan.
Wulan hampir-hampir mau menyerah. Apalagi banyak teman laki-lakinya di kampus yang perhatian dan selalu siap membantunya kapanpun dia membutuhkan.
Rasanya godaan-godaan itu mulai mempengaruhinya. Ada beberapa cowok yang sudah mengungkapkan isi hati mereka, katanya. Karena konflik antara dia dan Felix, Wulandari sengaja enggan menolak keinginan cowok-cowok itu. Sekedar untuk menyenangkan perasaan. Tapi sebenarnya itu tak akan disukai oleh Felix. Jika sampai diketahuinya. Wulandari menyembunyikan itu dari Felix. Namun Wulandari juga tidak berani menerima cinta mereka. Dia hanya bimbang dan bingung. Seakan-akan memberi harapan pada cowok-cowok itu.
Felixpun tak jarang nyaris tergoda oleh rayuan dari teman-teman sekerjanya. Dia sering diajak ke tempat-tempat tertentu yang senantiasa memberi peluang-peluang untuk menyeleweng.
Kadang-kadang dia juga teringat wajah-wajah elok pacar-pacarnya sebelumnya yang perhatian dan tak banyak menuntut darinya.
Kalau mau jujur, Felixpun merasa bahwa Wulandari adalah tipe cewek yang suka menuntut dan suka memaksa. Felix kadang berpikir tentang sifat kekanak-kanakan dan egois dari Wulandari.
Ada suatu saat, ketika Felix hendak berangkat ke tempat dia bekerja, dia berpapasan dengan seorang gadis. Mantan kekasihnya.
“ Hei...kamu Felix kan? Aku tidak menyangka bisa bertemu kamu lagi. Apa kabarmu, Fel?,” tanya Aurilia dengan sedikit menggoda.
“ Aurilia..! Iya aku Felix. Aku juga tak menyangka bisa bertemu kamu di sini. Kabarku baik,” jawab Felix sekedar basa-basi.
Dia teringat dengan Wulandari yang mungkin akan marah kalau mengetahui pertemuan ini. Padahal tidak disengaja.
Dia tak ingin nanti Wulandari terluka karena menyempatkan diri untuk bertanya kabar satu sama lain dengan gadis bertubuh seksi dan berkulit putih ini. Felix juga tak ingin Wulandari melakukan hal yang sama. Itu sama dengan penghianatan!
Tanpa banyak berkata-kata Felix melangkahkan kaki ke arah yang berlawanan dengan Aurilia. Felix teringat janjinya pada Wulan untuk tak akan berhubungan lagi dengan orang-orang yang pernah dekat dengannya. Ingatpun tak boleh. Apalagi berbincang-bincang dengan mereka.
***
Banyak juga bekas pacar Felix yang sering menghubunginya lewat telepon. Dalam keadaan yang sedang bertengkar dengan Wulan, Felix bergulat dengan susah payahnya untuk menyelamatkan hubungannya dengan Wulan. Meskipun sulit!
Felix memutuskan untuk menghapus semua nomor telepon mantan-mantan pacarnya dan gadis yang pernah atau sementara berusaha mendekatinya.
Wulandari yang sempat sering berhubungan telpon dengan cowok-cowok se-kampus dengan dia juga melakukan hal yang sama. Wulandari sadar bahwa semua orang yang mendekatinya sekarang merupakan godaan secara tidak langsung untuk menghancurkan hubungannya dengan Felix.
“ Lagipula belum tentu mereka lebih baik atau sebaik Felix, “ pikirnya.
***
“ Lan, aku aku minta maaf ya untuk soal kemarin-kemarin. Aku terlalu emosional. Habis...kamu juga sih...marah-marah padaku di saat yang tak tepat. Tapi apapun kesalahan aku...tolong dimaafkan ya... aku juga tak akan mengingat-ingat kesalahan kamu,” kata Felix melalui telepon setelah beberapa hari sempat bertengkar sangat hebat.
“ Felix, aku juga minta maaf. Aku tahu aku juga waktu itu emosional. Aku sayang kamu, Felix,” jawab Wulandari seraya membiarkan air mata bahagianya perlahan menuruni pipinya yang kemerahan karena sudah akur lagi dengan sang pujaan hati.
***
Setelah genap sebulan bekerja, Felix mengundurkan diri dari pekerjaannya karena dia merasa sangat diperlakukan tidak adil. Dia dibayar kurang dari Rp. 900.000. Padahal dia pantas mendapatkan lebih karena kemampuannya dan ijasah S1-nya. Dia juga kini siap untuk bekerja di tempat yang baru. Dia melamar pekerjaan di Manado Post sebagai wartawan. Sangat senang hatinya karena melihat namanya terpampang di koran. Dia telah diterima untuk menjadi wartawan. Pekerjaan yang diidam-idamkannya selama ini.
***
Wulandari dan Felix sangat mensyukuri hal itu. Mereka mulai sering bertemu lagi dan bersama-sama menempuh hari-hari mereka. Kalau lagi libur, Felix selalu menjemput Wulandari di kampus. Mereka telah dipersatukan oleh keinginan untuk selalu bersama.
***
TAMAT

3 komentar:

Yubilly Turangan mengatakan...

hmmm...cerpen yg menarik, dengan penggambaran karakter (khususnya "nama" para tokoh) yang sengaja disamarkan..hehehehe, just kidding bro..

well, I love this blog entirely

life mengatakan...

ngana toh itu kang?????
kira2 masih lanjut sampe skarang ndak?

Iswan Sual mengatakan...

jangan berprasangka!