Sabtu, 18 April 2009

"Sistem Perwakilan Rakyat Yang Lebih Mewakili"

Oleh: Iswan Sual

Otonomisasi daerah yang sedari awalnya dikatakan akan memungkinkan terciptanya pelayanan yang lebih baik. Melihat kenyataannya sekarang, menurut hemat saya, seharusnya lebih dipikirkan lagi cara-cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan aplikasinya.
Indonesian menganut sistem demokrasi yang di dalamnya terdapat tiga pilar utama yang dikenal dengan istilah trias politica (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif). Ini berlaku dari tingkatan nasional, propinsi sampai kabupaten kota dan tingkat desa/kelurahan. Untuk lembaga legislatif di tingkat nasional disebut DPRI, Propinsi disebut DPRD Propinsi, Kabupaten/ kota disebut DPRD Kabupaten/Kota dan desa disebut BPD. Saya sendiri sedikit bertanya-tanya kenapa di tingkat kecamatan tidak ada lembaga legislatifnya sedangkan eksekutif punya. Seharusnya ada.
Anggota legislatif adalah orang yang mewakili daerah pemilihan tertentu. Dan dia adalah warga salah satu desa/kelurahan. Dan biasanya anggota legislatif tersebut cenderung akan lebih memperjuangkan kepentingan desa/kelurahannya sendiri ketimbang seluruh desa/kelurahan yang membentuk satu daerah pemilihan (Dapil). Itu saya anggap agak wajar karena ada kecenderungan bahwa mayoritas warga wajib pilih di desa dari mana dia berasal atau tinggal, memilih dia untuk duduk sebagai wakil rakyat. Sedangkan warga wajib pilih dari desa/kelurahan lain kemungkinan sedikit atau bahkan tak satupun yang memilih dia sebagai anggota legislatif. Pengecualiannya adalah kalau terjadi kawin campur antara si oknum caleg dengan warga yang berasal dari daerah lain. Memang kawin campur bisa menjadi sesuatu yang menguntungkan secara politis.
Kecenderungan untuk memprioritaskan desa/kelurahannya sendiri merupakan hal yang sangat buruk. Namun sekali lagi, itu masih merupakan hal yang wajar menurut saya karena alasan yang sudah saya kemukakan tadi diatas. Fanatisme desa/kelurahan ada dimana-mana. Itu tak dapat dipungkiri. Itu merupakan wujud kecil dari chauvinisme. Dan chauvinisme adalah wujud kecil dari nasionalisme. Nasionlisme sendiri adalah wujud kecil dari internasionalisme.
Solusi untuk hal ini adalah perlu dibentuk DPRD di tingkatan kecamatan yang anggota-anggotanya adalah perwakilan desa. Ini, menurut saya, sangat menjamin tidak adanya desa yang tak terwakili dalam lembaga legislatif. Sebaiknya juga, anggota legislatif tingkat kabupaten adalah perwakilan dari tiap-tiap kecamatan yang ada dalam satu kabupaten.
Mungkin memang kedengarannya mustahil kalau yang kita pikir pertama-tama adalah besaran dana yang akan digunakan untuk membayar gaji anggota legislatif.
Namun, saya pikir dari sinilah kita juga harus bisa memikirkan kembali tentang jumlah gaji anggota legislatif. Menurut saya, gaji anggota legislatif harus dikurangi. Disesuaikan saja dengan UMP atau standar yang lebih rasional. Karena pemahaman yang mengatakan bahwa dengan menaikan gaji pejabat dan anggota DPR, maka korupsi bisa dikurangi, adalah salah besar dan dalih dari orang-orang tertentu untuk menjadi kaya dengan jalan pintas. Buktinya, ribuan orang ingin menjadi legislator bukan karena ingin menyejahterakan rakyat namun ingin memperkaya diri sendiri. Banyak orang-orang yang idealis yang rela dibayar sesuai UMP demi kepentingan rakyat.
Anggota legislatif perwakilan tiap-tiap desa bertanggungjawab penuh ke desa/kelurahan yang ia wakili. Begitu juga dengan anggota legislatif ditingkat kabupaten yang merupakan perwakilan tiap-tiap kecamatan. Ini menyebabkan ketaatan kepada partai akan dikalahkan oleh ketaatan kepada desa/kelurahan atau kecamatan. Sebab dengan begitu hegemoni partai-partai politik akan berkurang.

Tidak ada komentar: